NEWSTICKER

Sudirman Said: Indonesia Butuh Pemimpin Visioner

Sudirman Said: Indonesia Butuh Pemimpin Visioner

N/A • 18 May 2023 10:30

Indonesia dinilai butuh gaya kepemimpinan baru agar agenda reformasi serta mewujudkan keadilan sosial dapat tercapai. Pemimpin tersebut harus figur visioner yang mampu melihat arah bangsa ke depan.

"Kita butuh pemimpin dengan kapasitas intelektual yang tinggi, pemimpin yang punya wawasan sejarah masa lalu dan pandangan visioner yang global, tahu dunia sedang bergerak ke mana. Sehingga, mampu menata ke depan mau ke mana," kata Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said dalam Webinar Evaluasi 25 Tahun Reformasi yang digelar Gerakan Bersama Indonesia, Jakarta, Kamis (18/5/2023).

Menurut Sudirman, reformasi yang sudah menginjak usia 25 tahun gagal menjalani fungsi dan justru mengalami regresi. Ia mencontohkan kasus korupsi yang masih ditemukan di berbagai penjuru negeri.

"Kalau diurut agenda reformasi, mulai dari penegakan hukum, pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), praktik penegakan hukum sampai otonomi daerah seperti mengalami pembalikan. Bahkan, sekarang korupsi dan nepotisme berjalan lebih buruk, masif, vulgar, dan primitif," ujar Sudirman.

Perwakilan Anies Baswedan di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) itu menuturkan reformasi adalah siklus 20 tahunan dalam putaran sejarah. Ketika lebih dari 20 tahun pascareformasi tidak terjadi perubahan, harus ada babak sejarah baru untuk mengubah situasi bangsa.

Ia menilai peran itu harus diambil oleh generasi hari ini, milenial dan generasi Z. Putra putri bangsa harus muncul seperti yang diharapkan dalam negara demokrasi.

"Padahal seharusnya demokrasi melahirkan meritokrasi, siapa yang unggul jadi pemimpin, sekarang yang terpilih yang punya uang, akibatnya vote buying muncul dimana-mana," jelas Sudirman.

Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang menyebut perlu ada reformasi 2.0. Yakni, sebuah gerakan dengan substansi baru yang sesuai dengan kepentingan anak muda.

"Gen Z sangat suka dengan isu lingkungan, pendidikan kesehatan dan sebagainya. Sekarang cari, ada tidak politisi yang membicarakan politik hijau? Bagaimana pendidikan Indonesia harus ditransformasi? Bagaimana orang bisa berobat gratis substansinya harus bagaimana? Nyatanya tidak ada," ujar Melki.

Sementara Co-Founder Bersama Indonesia, Taufik Riyadi, menilai upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi perekonomian hanya fokus pada pertumbuhan. Parahnya, upaya tersebut tidak dilakukan secara demokratis dan partisipatif terlihat dari perumusan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

"Kita memang butuh investasi dan pertumbuhan ekonomi, tapi kita juga butuh partisipasi publik. RUU-nya kita tidak pernah diajak diskusi dan berdialog, kita dipaksa harus menerima hidangan tersebut, menurut saya ada ketidakadilan di sana," ucap Taufik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(M. Khadafi)