Perizinan impor kereta bekas dari Jepang untuk KRL menuai polemik. Jika masalah ini berlarut, ada ratusan ribu penumpang KRL yang terancam terlantar.
Sebagai salah satu moda transportasi umum andalan sebagian besar warga ibu kota dan daerah-daerah penyangganya, Commuter Line atau KRL Jabodetabek harus siap melayani penumpang setiap hari dengan nyaman dan tepat waktu. Untuk memenuhi standar pelayanan maksimum (SPM), PT KCI selaku pengelola KRL mau tidak mau harus meremajakan beberapa armadanya.
Pada 2023, ada sekitar 10-12 rangkaian KRL yang sudah harus dipensiunkan dan PT KCI harus segera memesan KRL baru atau bekas sebagai penggantinya. Namun, belum disetujuinya kenaikan harga KRL Jabodetabek oleh Menteri Perhubungan dan adanya pandemi Covid-19, menyebabkan aliran dana tunai PT KCI tidak memadai apabila harus mengganti puluhan rangkaian kereta tersebut dengan KRL baru buatan PT INKA. Ditambah lagi, PT INKA baru dapat mengakomodasi KRL paling cepat di 2025.
Oleh karena itu, PT KCI memilih alternatif membeli kereta bekas buatan Jepang yang dapat tersedia dalam waktu yang lebih cepat dan harganya pun lebih murah.
Masalahnya, hingga saat ini Kementerian Perindustrian masih menolak memberikan surat rekomendasi untuk PT KCI yang harus diajukan kepada Kementerian Perdagangan untuk izin import kereta bekas dari Jepang. Padahal apabila terjadi pengurangan rangkaian kereta yang sudah habis masa kerjanya, tentu akan mengganggu mobilitas masyarakat.
Menurut pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio, dengan hilangnya rangkaian kereta tersebut berpotensi membuat nasib 200 ribu penumpang KRL terlantar di stasiun seluruh Jabodetabek, terlebih lagi di stasiun-stasiun transit seperti Stasiun Manggarai, yang bahkan saat ini sudah sangat padat di jam-jam sibuk.
Masyarakat turut menyayangkan polemik ini, sebab mereka merasa bahwa pemerintah maupun kementerian seharusnya dapat mempercepat proses perizinan pembelian rangkaian KRL baru, demi kelancaran operasional moda transportasi utama bagi mereka.
Masyarakat berharap pemerintah dapat segera memberi solusi terkait polemik perizinan impor KRL, agar mobilitas warga yang biasa menggunakan KRL tidak terhambat.