NEWSTICKER

Ratusan Pekerja Tuding UU Ciptaker Permudah Mekanisme PHK

Ratusan Pekerja Tuding UU Ciptaker Permudah Mekanisme PHK

N/A • 9 May 2023 19:14

Sebanyak 121 Pemohon yang terdiri atas 10 serikat pekerja dan 111 pekerja menuding UU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang mempermudah mekanisme PHK. 

Hal itu disampaikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian formil dan materil Pasal 80 dan 81 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah 

Para Pemohon melalui M. Fandrian Adhistianto selaku kuasa hukum menyebutkan UU Cipta Kerja cacat secara formil dan pasal-pasal a quo pun bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

Kuasa hukum Endang Rokhani pun menjabarkan alasan permohonan. Di antaranya tentang persetujuan DPR RI atas penetapan Perppu Cipta Kerja. Menurut para Pemohon, hal ini berarti sama halnya DPR RI menyetujui alasan kegentingan memaksa Presiden dalam menetapkan Perppu Cipta Kerja.

“Oleh karena itu, dalam mengkaji konstitusionalitas permohonan merujuk pada alasan syarat kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu Cipta Kerja. Dengan demikian, persetujuan atas penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang kemudian menjadi UU Cipta Kerja ini menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 22 Ayat (1) dan (2) UUD 1945,” sebut Endang.

Berlakunya Pasal 81 UU Cipta Kerja menjadi penyebab terjadinya kerugian atau setidak-tidaknya potensi kerugian konstitusional yang dialami oleh para Pemohon yang dapat berakibat hilangnya pekerjaan. Kuasa hukum berikutnya, Mustiyah menyebutkan secara substansi UU Cipta Kerja telah banyak merugikan pekerja dengan penerapan regulasi Cipta Kerja yang mempermudah mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Mustiyah mengatakan secara umum perubahan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana yang terdapat dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja telah mendegradasi perlindungan yang seharusnya diberikan negara kepada pekerja, yang sebelumnya telah diatur lebih baik dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 

Sehingga, terdapat kontraproduktif antara alasan kegentingan memaksa dalam aspek ketenagakerjaan Indonesia sebagaimana keterangan Presiden atas RUU Perppu menjadi undang-undang yang disampaikan dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah pada 14 Februari 2023.

“Dengan didegradasi perlindungan hukum terhadap pekerja dari sebelumnya telah lebih baik diatur, berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja yang akan berujung pada meningkatnya pengangguran,” sebut Mustiyah.

Mustiyah mengatakan alasan permohonan berikutnya tentang Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan memberikan waktu dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki proses pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentag Cipta Kerja. Tenggang waktu dua tahun yang diberikan merupakan waktu yang seharusnya dimanfaatkan oleh pembentuk undang-undang untuk sigap, taat, dan cekatan melaksanakan perintah putusan MK.

“Sudah sepatutnyalah Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas penetapan undang-undang a quo sebagai bentuk pembangkangan yang mencederai keagungan Mahkamah Konstitusi. Jika model begini dibiarkan, para Pemohon khawatir potensi lemahnya fungsi check and balances dan membuat ketidakpercayaan publik terhadap MK karena putusannya tidak berdaya di hadapan lembaga negara lain,” sebut Mustiyah. 
(Thirdy Annisa)
';