Siti Yona Hukmana • 31 July 2025 20:51
Jakarta: Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) keberatan dengan kesimpulan gelar perkara khusus kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) oleh Biro Wassidik Polri. Adapun, hasil gelar menyimpulkan penyelidikan oleh Dittipidum Bareskrim Polri telah sesuai ketentuan hukum.
"Bahwa penghentian penyelidikan 22 Mei 2025 yang dibenarkan dalam SP3D 25 Juli 2025 berdasarkan alasan "sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku" tidaklah benar, karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHP maupun Perkapolri," kata Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Juli 2025.
Sebelumnya, penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu ini dihentikan Dittipidum Bareskrim Polri, karena tidak terdapat tindak pidana. Dittipidum menyimpulkan ijazah Jokowi asli.
Rizal mengatakan penghentian penyelidikan tidak sesuai ketentuan hukum. Pasalnya, gelar perkara awal tidak menghadirkan pelapor, terlapor, dan penyelidikan tidak tuntas, tidak cermat mengungkap data, tidak menunjukkan dokumen ijazah Joko Widodo.
"Tidak mengurai uji forensik skripsi dan ijazah Jokowi adalah bukti bahwa penghentian penyelidikan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Rizal.
Menurutnya, Pasal 5 ayat (1) a butir 4 KUHP, Pasal 7 ayat (3) KUHP, Pasal 109 KUHP, Pasal 80 ayat (1) dan (2) Perkapolri No 10 tahun 2009, serta Konsiderans Perkapolri No 6 tahun 2019 yang mengingatkan prinsip profesional, akuntabel dan transparan, menjadikan bagian penting dan tolak ukur atas sesuai tidaknya suatu keputusan dengan ketentuan yang berlaku.
Kemudian, Rizal menyoroti butir Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D), yang menyatakan fakta yang dihadirkan pendumas atas pelapor hanya berupa data sekunder dan tidak memiliki kekuatan pembuktian. Sehingga, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti.
Rizal menyebut KUHP atau ketentuan pidana lainnya tidak mengenal diskripsi data primer atau data sekunder dalam pembuktian. Ia meminta polisi membedakan antara barang bukti dengan alat bukti.
"Barang bukti berupa benda sedangkan alat bukti jelas aturnya dalam KUHP," ujar Rizal.
Dalam Pasal 184 KUHP menyatakan bahwa alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dengan demikian, kata Rizal, apa yang diajukan pelapor sekurangnya telah memiliki unsur alat bukti, yaitu ijazah milik Jokowi yang tidak ditunjukkan terlapor pada gelar perkara khusus.
"Pihak penyidik pada gelar perkara khusus, hanya memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta yang diumumkan Dittipidum 22 Mei 2025, tidak mampu membantah fakta dan data yang diajukan oleh pelapor," ucap Rizal.
Maka itu, kata Rizal, selayaknya Biro Wassidik Polri tidak menghentikan penyelidikan atas perkara yang dilaporkan TPUA. Kemudian, pernyataan Karo Wassidik Bareskrim Brigjen Sumarto, bahwa hasil gelar perkara khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan, membawa konsekuensi pula tidak dapat digunakan Polda Metro Jaya dalam menangani kasus serupa atas pelaporan oleh Jokowi.
"Ijazah Joko widodo tetap diduga palsu. Demikian surat tanggapan atau keberatan ini disampaikan sebagai pertanggung jawaban hukum TPUA sekaligus bagian dari upaya berkelanjutan dalam mencari kebenaran materiil atas skripsi dan ijazah Joko Widodo," pungkas Rizal.