16 June 2023 22:14
Di Parlemen, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengakui tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Namun pengakuan itu justru dinilai tidak tulus, bahkan kemunduran.
Pada 14 Juni 2023 lalu, terjadi perdebatan keras di Parlemen Belanda saat membahas hasil penelitian tentang kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan dan perang di Indonesia periode 1945-1950. Hasil penelitian menyebut adanya kekerasan ekstrem militer Belanda yang terstruktur.
Dalam sesi debat, anggota Parlemen Belanda, Corinne Ellemeet, mendesak pemerintah Belanda memberi respons terhadap proklamasi 17 Agustus 1945. Secara formal, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia berdasarkan hasil Konferensi meja Bundar yaitu 27 Desember 1949, bukan proklamasi 17 Agustus 1945.
Merespons tuntutan itu, PM Belanda Mark Rutte menyatakan bahwa Belanda sudah mengakui 17 Agustus 1945 tanpa keraguan.
Pengakuan Rutte tentang kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 itu sebenarnya bukan hal baru. Sebab pada 16 Agustus 2005 atau sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, pengakuan serupa pernah disampaikan Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato di Gedung Departemen Luar Negeri di Jakarta. Ia mengatakan, 'secara moral dan politik' Belanda mengakui Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Bot juga menghadiri upacara kenegaraan peringatan HUT ke-60 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2005 di Istana Negara Jakarta, sekaligus menjadi pejabat Belanda pertama yang menghadiri peringatan kemerdekaan RI.
Mantan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda menilai, pengakuan PM Belanda atas kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 kali ini merupakan langkah mundur.
Sementara itu, mengenai kekerasan perang selama 1945 hingga 1950, anggota Parlemen Belanda, Corinne Ellemeet meminta penjelasan soal hukum perang, terutama pelanggaran hukum militer.
Menjawab itu, PM Mark Rutte mengakui secara moral ada fakta kekerasan ekstrem, tapi tidak setuju disebut sebagai kejahatan perang secara hukum. Rutte mengatakan, masa kekerasan itu terjadi sebelum Konvensi Jenewa. Artinya Belanda tidak setuju itu kejahatan perang secara yuridis.
Meski begitu, Rutte meminta maaf atas nama pemerintah Belanda kepada Indonesia dan semua pihak yang dirugikan akibat perang.
Sejarah mencatat beberapa peristiwa kekerasan militer terjadi pasca-proklamasi. Pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, Belanda melancarkan agresi militer di Jawa dan Sumatera. Kemudian disusul agresi militer Belanda II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta.,
Ada pula pembunuhan rakyat sipil di Sulawesi Selatan oleh pasukan Belanda pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling. Peristiwa berdarah pada periode Desember 1946 sampai Februari 1947 dikenal dengan sebutan pembantaian Westerling.
Menurut sejarawan Bonnie Triyana, pernyataan PM Mark Rutte kali ini tidak tulus dan berbelit-belit. Sebab, jika Belanda mengakui kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka konsekuensinya agresi militer Belanda usai 17 Agutus 1945 adalah kejahatan perang.
Perdebatan Parlemen Belanda soal kemerdekaan Indonesia dan kejahatan militer Belanda tak lepas dari adanya tren negara Eropa dalam lima tahun terakhir yang berusaha melakukan refleksi atas apa yang mereka lakukan dalam kolonialisasi di masa lalu. Dibandingkan dengan negara lain di Eropa terhadap bekas jajahannya, sikap Belanda terhadap Indonesia dipandang sebagai kemunduran dan tidak tulus.