Peringatan Hari Kartini setiap 21 April tak hanya menjadi momentum mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam membela hak-hak perempuan Indonesia, tetapi juga menjadi ruang refleksi mengenai peran perempuan masa kini.
Perjuangan Kartini tak selesai di masa lalu. Kini, semangat itu hidup dalam diri banyak perempuan yang memilih untuk terus melangkah, meski tantangan datang silih berganti. Bukan lagi sekadar soal akses pendidikan, tapi bagaimana menjaga identitas dan tetap berdaya dalam bingkai nilai-nilai yang diyakini.
Ustadzah Siti Fathiyah, menyuarakan bahwa dalam perspektif Islam, perempuan bisa cerdas, aktif, dan berdaya tanpa menanggalkan
syariat.
“Berdaya itu penting, tapi tetap dalam jalur yang benar.
Islam nggak pernah mengekang perempuan, justru memuliakan,” ujar Ustadzah Siti seperti dikutip dari
Metro Siang Metro TV, Jumat, 18 April 2025.
Menurutnya,
emansipasi tak harus berarti menyamai laki-laki dalam segala hal.
“Kesetaraan bukan berarti sama persis. Kita punya peran berbeda, tapi saling melengkapi,” kata Ustadzah Siti.
Ia mencontohkan bagaimana perempuan dalam Islam tetap bisa berkarya dan menginspirasi, bahkan sejak zaman
Nabi Muhammad SAW. Figur seperti Khadijah RA dan Aisyah RA menjadi rujukan tentang bagaimana ilmu, ketegasan, dan kelembutan bisa berpadu dalam satu pribadi.
Kartini masa kini bukan hanya mereka yang tampil di ruang publik, tapi juga yang memilih diam-diam menanam pengaruh melalui keluarga, lingkungan, dan
komunitas. Perjuangan mereka mungkin tak selalu terlihat, tapi dampaknya nyata.
“Yang penting bukan seberapa besar
panggung kita, tapi seberapa ikhlas perjuangan itu kita jalani,” ujar Ustadzah Fathiyah.
Semangat Kartini tak pernah padam. Ia hidup dalam langkah para perempuan yang terus memilih untuk maju, tanpa harus kehilangan
jati diri.
Karena bagi Kartini masa kini, perjuangan bukan tentang selebrasi melainkan keberanian untuk tetap setia pada prinsip, sambil terus membawa
cahaya di mana pun berada.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)