Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan akan mengkaji ulang sengketa empat pulau yang menjadi polemik antara Aceh dan Sumatra Utara (Sumut). Wamendagri, Bima Arya Sugiarto, mengatakan, kajian ulang ini akan dilaksanakan pada 17 Juni, dengan turut mengundang tokoh masyarakat Aceh dan Sumatra Utara, termasuk kedua gubernur.
Empat pulau yakni Pulau Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mengkir Ketek, menjadi sorotan publik belakangan ini.
Hal ini dipicu oleh keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatra Utara.
Keputusan tersebut kemudian ditentang oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Polemik yang mengundang gejolak di tengah masyarakat ini, kemudian membuat Kemendagri memutuskan akan mengkaji ulang penetapan masuknya empat pulau tersebut ke wilayah Sumut, yang semula tercatat sebagai wilayah Provinsi Aceh.
Wamendagri Bima Arya mengatakan, persoalan yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut harus dikaji kembali dengan data dan informasi lebih akurat dan lengkap dari semua pihak pada 17 Juni 2025.
"Kementerian Dalam Negeri memutuskan untuk melakukan kaji ulang secara menyeluruh," kata Wamendagri Bima Arya, dikutip dari
Metro Siang, Metro TV, Selasa, 17 Juni 2025.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) merespons polemik sengketa wilayah empat pulau antara Aceh dan Sumatra Utara ini. JK menegaskan, bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh, sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang daerah otonom Provinsi Aceh.
"Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten. Secara historis memang masuk Aceh, bahwa letaknya dekat Sumatra itu biasa," ucap Jusuf Kalla (JK).
Menurut JK, keputusan administratif seperti keputusan menteri tidak dapat membatalkan atau mengubah kedudukan hukum yang telah ditetapkan melalui undang-undang.
Sebelumnya pemerintah Aceh dan sejumlah tokoh daerah menolak keputusan yang menyatakan keempat pulau itu milik Sumatra Utara. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan hukum, tetapi juga mengabaikan fakta sejarah, dan identitas
Aceh sebagai wilayah dengan otonomi khusus.