RUU DKJ Ancam Hilangkan Pilkada Jakarta

7 December 2023 13:16

Warga Jakarta harus bersiap-siap karena tidak bisa lagi menyebut DKI Jakarta. Dalam RUU yang baru, nama DKI akan diubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Warga Jakarta juga terancam kehilangan haknya untuk memilih gubernur pilihannya karena Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh presiden. 

Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) mengatur sejumlah poin. Pertama, Jakarta akan bernama Daerah Khusus Jakarta. Maka tidak ada lagi nama Ibu Kota di nama resmi Jakarta. Jakarta nantinya akan menjadi daerah otonomi khusus. 

Kedua, gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih oleh presiden. Keduanya menjabat selama 5 tahun dan bisa diangkat lagi untuk periode selanjutnya yang juga berdurasi selama 5 tahun. 

Ketiga, walikota dan bupati di DKJ akan ditunjuk oleh gubernur. Hal ini berbeda dengan aturan saat ini, karena gubernur tidak perlu meminta pertimbangan dari DPRD soal walikota dan bupati di wilayah administrasi. 

Keempat, Jakarta tidak lagi gabung dengan Depok, Bekasi, dan Tangerang. Dengan kata lain, wacana penggabungan Jakarta dengan sejumlah daerah penyangga tidak akan terjadi. 

Kelima, ada Dewan Kota dan Kabupaten yang terdiri dari satu orang perwakilan dari setiap kecamatan dengan tugas untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada bupati ataupun walikota. 

Belakangan, muncul penolakan soal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang diatur dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU Daerah Khusus Jakarta. Pasal itu menyebutkan, "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD."

Bila Pasal 10 ayat 2 ini disahkan, maka pemilihan Gubernur Jakarta tidak lagi melalui pemilihan langsung. Warga Jakarta tidak bisa lagi mencoblos langsung pemimpinnya karena Gubernur Jakarta akan diusulkan oleh Presiden kepada DPRD sebelum akhirnya kemudian disahkan. 

Mekanisme penunjukan dari Presiden ini sebetulnya sudah pernah ada. Seperti ketika presiden memilih Panglima TNI ataupun Kapori yang kemudian diusulkan ke DPR. 

Anggota DPR yang pro dengan aturan ini mengatakan, biaya Pilkada DKI Jakarta terlalu mahal. Dana itu dianggap lebih baik dialihkan ke prioritas lain seperti kesejahteraan dan pembangunan. Seperti diketahui, anggaran Pilkada DKI Jakarta bisa mencapai ratusan miliar rupiah. 

Alasan kedua menurut anggota DPR, meskipun tidak dipilih langsung oleh warga Jakarta, tapi pemilihan melalui DPR disebut tetap demokratis dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sementara sebagian lainnya menolak RUU DKJ ini. Alasannya karena dianggap sebagai kemunduran demokrasi. Dikhawatirkan akan ada potensi bahwa presiden memilih kandidat yang berasal dari kalangan elite, tapi tidak dekat dan tidak dikenal oleh warga Jakarta. 

Meskipun disepakati oleh delapan fraksi di DPR, tapi ternyata tidak semua anggota DPR setuju dengan ditiadakannya Pilkada langsung di Jakarta. Anggota DPR RI dari Partai NasDem, Ahmad Sahroni mengatakan apabila tidak ada pemilihan langsung merupakan kemunduran demokrasi. 

Proses pemilihan Gubernur Jakarta yang tidak melalui pemilihan langsung ini akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Namun dengan ditiadakannya Pilkada langsung, apakah kemudian menjadi gubernur yang dipilih benar-benar mewakili warga Jakarta? Apakah kemudian pilihan presiden sudah pasti lebih baik daripada warga Jakarta yang memilih?

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Sofia Zakiah)