Desakan Publik Meningkat, KLHK Tinjau Ulang Izin Tambang di Raja Ampat

9 June 2025 11:32

Gelombang protes terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus menguat. Tagar #SaveRajaAmpat menggema di media sosial, disuarakan tidak hanya oleh aktivis dan tokoh adat, tetapi juga public figure seperti Nadine Chandrawinata, Richard Kyle, Denny Sumargo, hingga Angela Gilsha. Mereka mendesak pemerintah menghentikan aktivitas tambang di pulau-pulau kecil yang berpotensi merusak ekosistem laut yang telah dijaga secara turun-temurun oleh masyarakat adat.

Masyarakat lokal juga menyuarakan penolakan terhadap tambang nikel di wilayah Raja Ampat, yang dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia. Bagi mereka, lingkungan yang lestari bukan sekadar sumber kehidupan, tapi juga warisan budaya dan identitas. Aktivitas tambang dinilai mengancam ruang hidup serta mata pencaharian mereka sebagai nelayan tradisional.

Menanggapi desakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tengah melakukan peninjauan ulang terhadap izin lingkungan beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut. Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq menyebut pihaknya telah mengawasi empat perusahaan yakni PT Gag Nikel, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP.
 

Baca Juga: Populer Ekonomi: Cara Cek BSU 2025 hingga Profil 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
 

“Tentu yang akan kita lakukan pertama adalah peninjauan kembali persetujuan lingkungannya karena ini berada di pulau-pulau kecil dengan segala potensinya,” ujar Hanif dikutip dari Selamat Pagi Indonesia Metro TV pada Senin, 9 Juni 2025.

Ia menambahkan, jika ditemukan pelanggaran terhadap batas izin yang diberikan, maka aktivitas pertambangan tersebut dapat dianggap melanggar ketentuan. Sanksi hukum, termasuk pidana lingkungan hidup, dapat dikenakan kepada pihak perusahaan.

Dari hasil kajian awal KLHK, aktivitas tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag, yang merupakan salah satu dari 13 perusahaan dengan izin lengkap, dinyatakan memenuhi kaidah tata lingkungan. Namun, sedimentasi dari aktivitas tambang sudah mulai menutupi permukaan karang laut, yang menandakan dampak lingkungan tetap perlu dikaji lebih dalam.

Polemik ini menimbulkan pertanyaan lebih jauh soal proses pemberian izin lingkungan kepada perusahaan tambang di kawasan sensitif seperti Raja Ampat. Pemerintah didesak untuk tidak hanya meninjau aspek legal, tetapi juga mendengarkan suara masyarakat yang menjadi penjaga utama ekosistem laut di tanah Papua.


(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Nopita Dewi)