25 July 2024 12:10
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti dalam sebuah diskusi mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah reformasi TNI dan Polri bukan revisi undang-undang TNI dan Polri. Ia menilai bahwa tambahan kewenangan dalam RUU TNI dan Polri justru bisa membahayakan demokrasi.
Di dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dan q, kepolisian memiliki wewenang patroli siber, pengawasan, bahkan pemblokiran web.
Kewenangan berlebih yang dimiliki Polri di bidang siber ini menimbulkan kekhawatiran kepada masyarakat akibat tidak memberikan batasan yang jelas. Selain itu, muncul ketakutan kepolisian akan menggunakan pasal ini sebagai alat membungkam dan membatasi ruang gerak seseorang dalam mengungkapkan pendapatnya.
Baca juga: Bedah Editorial MI - Setop Legislasi Transaksional |