30 November 2023 22:48
Di tahun pemilu, publik dikejutkan dengan keputusan pemerintah menaikkan anggaran pembelian alutsista hingga lebih dari Rp61,7 triliun. Selain masalah efektifitas penambahan anggaran, potensi penyalahgunaan anggaran untuk dana politik juga patut jadi perhatian. Mengapa pengadaan alutsista selalu tidak transparan?
Selasa, 28 November 2023 lalu, Presiden Joko Widodo menggelar rapat internal di Istana Bogor. Rapat tertutup dihadiri Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam rapat ini, antara lain diputuskan kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan untuk belanja alutsista. Anggaran pembelian alutsista 2020 - 2024 sebelumnya USD20,75 miliar ditambah menjadi USD25 miliar. Penambahan anggaran ini berasal dari pinjaman luar negeri.
"Mereka menganggap bahwa kebutuhannya sesuai dengan kondisi alutsista, kemudian ancaman serta peningkatan dinamika geopolitik dan geosecurity. Di sisi lain juga masih sesuai dengan perencanaan penganggaran jangka menengah panjang," kata Sri Mulyani.
Di awal 2023, Minimum Essesial Force (MEF) Alutsista TNI baru sekitar 65 persen. Sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/ (RPJMN) 2020-2024 MEF hingga 2024 ditargetkan sudah mencapai 100 persen.
Sejauh ini, MEF TNI dari tiga matra baru menyentuh angka 65,06 persen pada awal 2023. Rinciannya, TNI AD 77,38 persen, TNI AL 66,29 persen, dan TNI AU 51,51 persen.
Tak mengherankan jika dari berbagai situasi itu memunculkan tanda tanya di public. Adalah tugas pemerintah untuk memastikan dan meyakinkan bahwa penambahan anggaran pengadaan alutsista tidak disalahgunakan.