Walau masih berstatus kader PDIP, Gibran Rakabuming Raka resmi mendaftarkan diri sebagai cawapres dengan dukungan parpol lain. Artinya, Gibran akan bertanding melawan paslon yang didukung partai yang menaungi dan membesarkannya.
Generasi muda kerap dianggap menjunjung tinggi etika. Lalu, apakah manuver politik Gibran sesuai dengan etika politik?
Etika tampaknya berada pada nomor buntut di kalangan politisi Indonesia. Pekan ini, kader PDIP Gibran Rakabuming Raka secara resmi diusung dan didaftarkan sebagai cawapres oleh parpol lain.
Prabowo dan Gibran menjadi paslon terakhir yang mendaftar sebagai peserta Pilpres 2024. Setelah deklarasi bersama di kawasan GBK, keduanya mendatangi KPU untuk menyerahkan berkas pendaftaran.
Menurut analis politik, elektabilitas Gibran lebih rendah dibanding beberapa kandidat pendamping Prabowo. Namun Gibran menjadi solusi jalan tengah di antara peserta koalisi.
Gerindra sebagai parpol utama koalisi pengusung Prabowo-Gibran menilai tidak ada persoalan bila tiket pipres berasal dari partai luar koalisi. Partai Gerindra tidak ikut campur hubungan Gibran dengan PDIP.
"Pilihan berpolitik itu kembali kepada individu. Kami serahkan persoalan tersebut kepada Mas Wali kepada Pak Gibran untuk diselesaikan secara baik-baik," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman.
Ketua DPC PDIP Surakarta FX Hadi Rudyatmo meminta Gibran mundur dari PDIP dan mengembalikan kartu tanda anggota (KTA). Tujuannya agar tidak ada penilaian negatif kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri atas pencalonan Gibran.
"Saya berharap Mas Gibran berani membuat suratpengunduran diri dan mengembalikan KTA ke DPC PDIP," kata FX Hadi Rudyatmo.
Beberapa hari lalu, Megawati Soekarno ]putri telah mengultimatum seluruh kadernya untuk mematuhi keputusan mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres. Megawati menyatakan kader yang berpolitik dua kaki akan dipecat.
