1 October 2025 08:28
BOS-BOS badan usaha milik negara (BUMN) diultimatum. Presiden Prabowo Subianto memberikan waktu 2-3 tahun untuk membersihkan perusahaan pelat merah dari tangan-tangan yang gemar menyembunyikan aset dan mengutil penerimaan negara. Prabowo mengancam mengerahkan KPK dan Kejaksaan Agung untuk memburu mereka yang masih nekat menggarong.
Perkara borok di BUMN tersebut sebetulnya sudah beberapa kali diungkit Presiden Prabowo. Sebelumnya, dalam pidato saat menyampaikan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Kepala Negara menyentil tentang bonus atau tantiem bagi pejabat BUMN yang disebutnya 'akal-akalan'.
Dalam pidatonya ketika itu, Presiden Prabowo mengkritik keras praktik pengelolaan BUMN yang boros. Ia mengungkap ada komisaris yang hanya rapat sebulan sekali, tapi mendapat tantiem Rp40 miliar. Maka, Prabowo menghapus tantiem bagi komisaris BUMN, melengkapi instruksinya memangkas jumlah komisaris di BUMN menjadi maksimal 6 orang.
Kini, Presiden Prabowo kembali menyentil manajemen BUMN yang nekat menambah bonus, padahal perusahaannya disebut merugi. Kepala Negara juga gusar soal kinerja BUMN yang dinilainya belum mampu memberikan keuntungan memadai untuk negara.
Menurut Prabowo, dengan aset yang saat ini mencapai US$1.000 miliar, mestinya diperoleh keuntungan 10%-nya atau US$100 miliar per tahun. Jumlah tersebut setara Rp1.600 triliun.
Ditilik dari laporan keuangan gabungan 2023, laba bersih konsolidasi 65 BUMN 'hanya' Rp327 triliun. Setoran dividen BUMN ke kas negara sepanjang 2020-2024 juga sangat fluktuatif. Pada 2020, setoran dividen hanya Rp27 triliun karena dihempas pandemi covid-19.
Di 2021, meski masih terdampak pandemi, setoran BUMN melejit ke Rp68,9 triliun. Namun, tahun-tahun selanjutnya mengempis, 2022 Rp53,1 triliun, 2023 tinggal Rp35,3 triliun, dan 2024 Rp41,8 triliun.
Ucapan Kepala Negara yang buka-bukaan mengenai buruknya tata kelola BUMN memberikan secercah harapan. Jika sudah mengidentifikasi dan mengungkap masalahnya, tentu tindakan selanjutnya ialah mengatasinya.
Baca Juga:
KPK Dukung Presiden Prabowo Bersih-bersih BUMN |
Ancaman Prabowo akan mengerahkan KPK dan Kejaksaan Agung turut menyiratkan komitmen memperbaiki kekeliruan legislasi. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 sempat mengeluarkan pejabat BUMN dari status penyelenggara negara. Akibatnya, pejabat BUMN lepas dari jangkauan KPK. Begitu pula BUMN bukan lagi objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kebetulan, beleid yang bisa dibilang baru seumur jagung itu kini tengah direvisi lagi untuk mengakomodasi perubahan Kementerian BUMN menjadi badan. DPR dan pemerintah sudah menyepakati pengembalian status pejabat BUMN sebagai penyelenggara negara.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi di BUMN masih marak. Sepanjang 2016-2023, sedikitnya 212 kasus korupsi yang melibatkan 349 pejabat BUMN ditemukan. Nilai kerugian negara akibat kasus-kasus tersebut setidaknya mencapai Rp64 triliun. Kasus-kasus itu bisa terungkap karena menggunakan pasal-pasal tindak pidana korupsi.
Revisi terbaru Undang-Undang BUMN tinggal menunggu pengesahan di Rapat Paripurna DPR. Perubahan kali ini juga mengatur larangan rangkap jabatan oleh wakil menteri di BUMN sesuai amanat Mahkamah Konstitusi. Tidak bisa dimungkiri rangkap jabatan menimbulkan konflik kepentingan yang lagi-lagi dapat berujung pada pengutilan kekayaan BUMN.
BUMN mestinya sudah siap berlari kencang di bawah koordinasi Badan Pengelola Investasi Danantara. Namun, kebiasaan korup memperlambat gerak.
Upaya-upaya menegakkan tata kelola yang bersih dan profesional di BUMN harus dilakukan. Presiden Prabowo tidak perlu lagi memberi waktu tahunan. Langsung saja kerahkan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menyelisik setiap BUMN.
Ungkap biang keladi di balik tekornya badan usaha pelat merah. Jangan sampai sindiran bahwa 'BUMN menjadi sapi perah' terus hidup seolah tak bisa dihentikan.