QRIS-GPN Dikritik Trump, Airlangga: Kita Terbuka untuk Operator Luar Negeri Kok!

Husen Miftahudin • 25 April 2025 12:00

Jakarta: Pemerintah Indonesia menegaskan terbuka terhadap partisipasi dan kerja sama Amerika Serikat (AS) dalam sistem pembayaran di tanah air. Pernyataan yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ini menjawab keresahan AS yang memprotes sistem QRIS hingga Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) kepunyaan Indonesia.

"Terkait dengan QRIS dan Gateway Nasional (GPN), Indonesia sebetulnya terbuka untuk para operator luar negeri. Termasuk Master (Mastercard) ataupun Visa," ucap Airlangga dalam Konferensi Pers Perkembangan  Lanjutan Negosiasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat, yang diselenggarakan secara daring, Jumat, 25 April 2025.

Airlangga menjelaskan, sebenarnya kritikan Presiden AS Donald Trump ditujukan pada sistem transaksi pembayaran yang ada di dalam Indonesia saja. Sementara untuk kartu kredit, yang dapat digunakan untuk transaksi lintas negara, Trump tak mempermasalahkan.

AS meminta Indonesia membuka secara luas sistem transaksi pembayaran domestik, baik untuk front end maupun ikut berpartisipasi di dalamnya. Namun sebenarnya, tegas Airlangga kembali, Indonesia sudah melakukan hal tersebut.

"Sektor gateway ini mereka (meminta Indonesia) terbuka untuk masuk di dalam front end maupun berpartisipasi, dan itu level playing field-nya (sama) dengan yang lain. Jadi ini sebetulnya masalahnya hanya penjelasan," tutur dia.
 

Baca juga: GPN & QRIS Disenggol AS, Apa Penyebabnya?


(Ilustrasi QRIS. Foto: Dokumen Gojek)
 

QRIS-GPN dinilai batasi akses asing 


Adapun, kritikan AS terkait sistem pembayaran berbasis QR nasional atau Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) ini termuat dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR). Laporan ini menjadi sorotan dalam forum negosiasi perdagangan antara Pemerintah Indonesia dan AS.

Forum negosiasi perdagangan terjadi lantaran AS mengenakan tarif resiprokal (timbal balik) kepada Indonesia sebesar 32 persen, meskipun belum diberlakukan karena Trump menunda implementasi tarif tersebut selama 90 hari yang dimulai sejak 9 April 2025.

Lebih lanjut dalam laporan NTE itu, AS menilai kebijakan Indonesia terkait QRIS dan GPN berpotensi membatasi akses perusahaan pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard ke pasar Indonesia. Hal ini dianggap sebagai bentuk proteksionisme digital. 

Layanan pembayaran QRIS yang efisien dan seragam secara nasional dinilai justru menyulitkan pelaku usaha asing karena tidak dirancang agar kompatibel dengan sistem pembayaran internasional.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)