24 July 2025 22:23
Satria Arta Kumbara, mantan prajurit marinir yang menjadi tentara bayaran di Rusia, mendadak merengek meminta pulang ke Indonesia. Dengan dicabutnya kewarganegaraan, Satria mengaku sulit kembali ke tanah air untuk bertemu keluarganya.
Setelah sempat viral karena bergabung dengan Kementerian Pertahanan Rusia, eks Sersan Dua Marinir TNI Angkatan Laut itu tiba-tiba meminta dipulangkan. Dalam sebuah video di media sosial, dengan masih menggunakan seragam tempur Rusia, Satria memohon maaf kepada Presiden Prabowo Subianto serta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ia mengaku menandatangani kontrak sebagai tentara bayaran semata karena alasan ekonomi dan tidak paham konsekuensinya.
"Mohon izin Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya,” kata Satria dalam unggahan di media sosial.
Status Hukum dan Konsekuensi
Sebelumnya, Satria Arta Kumbara dinyatakan desersi (meninggalkan tugas tanpa izin) sejak 13 Juni 2022. Pengadilan militer telah menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan pemecatan tidak dengan hormat. Sejak putusan itu berkekuatan hukum tetap pada 17 April 2023, TNI AL menegaskan tidak lagi memiliki keterikatan apapun dengannya.
Pemerintah juga menegaskan bahwa seseorang yang bergabung dalam dinas militer negara asing tanpa izin Presiden otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesia, sesuai Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Artinya, secara hukum Satria Kumbara bukan lagi WNI.
Untuk kembali menjadi WNI, Satria harus mengajukan naturalisasi ulang yang prosesnya panjang. Selain itu, ia masih terikat kontrak militer di Rusia dan menghadapi pasal desersi di Indonesia.
DPR menilai pemerintah perlu berhati-hati menyikapi permintaan ini. Mengabulkan permintaan Satria, yang tergiur upah tinggi, dapat menjadi preseden buruk bagi disiplin dan kesetiaan prajurit lain.
"Itu jelas-jelas adalah pelarian. Jadi sudah ada pelanggaran pidana, lalu ikut berperang di negara asing. Itu adalah pidana kedua, dan juga dia adalah desertir. Ada sejumlah lapisan pidana yang harus dipertanggungjawabkan," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono.
Sementara itu, analis militer Soleman Ponto memperingatkan adanya potensi ancaman nasional. Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa Satria tidak terhubung dengan jaringan intelijen asing selama menjadi tentara bayaran.
"Nasi sudah menjadi bubur, tidak akan lagi menjadi nasi kembali. Risiko ditanggung sendiri. Kalau ISIS itu ke sana karena ideologi, tapi kalau yang ini betul-betul dibayar. Jelas-jelas pengabdiannya itu tergantung uang. Kalau dia balik, apakah tidak terulang? Bisa terulang kalau ada yang bayar lagi," jelas Soleman Ponto.