Bedah Editorial MI: Darurat Perundungan

29 September 2023 08:56

Dunia pendidikan kembali dirundung duka akibat perundungan. Seorang siswi kelas 6 SD di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan tewas akibat terjatuh saat bermain-main di lantai 4 gedung sekolah pada Selasa (26/9) lalu. 

Walaupun sempat dirawat di RS Fatmawati, nyawa korban berinisial SR itu tidak bisa tertolong lagi. Siswi korban yang berusia 13 tahun ini kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petukangan Utara, Jakarta Selatan.

Berdasarkan CCTV yang diperoleh kepolisian dan keterangan sejumlah saksi mata, diduga jatuhnya siswi ini akibat bunuh diri setelah mengalami perundungan (bullying). Namun demikian, pihak kepolisian hingga saat ini belum bisa menyimpulkan penyebab kematian siswi tersebut. 

Pada hari yang sama di Cilacap, Jawa Tengah seorang siswa berinisial FF (14) terpaksa menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang akibat perundungan yang dilakukan teman sekolahnya. Akibat kasus yang videonya sempat viral di media sosial tersebut, Polresta Cilacap terpaksa turun tangan menahan pelaku.

Dua kasus yang terjadi di hari yang sama ini sepertinya mengingatkan kita semua, terutama orang tua dan pendidik, bahwa kasus bullying di dunia pendidikan serta anak semakin menghantui kita. Dampaknya pun bukan hanya berbahaya bagi mental anak-anak untuk jangka panjang namun juga nyawa bisa melayang.  

Berdasarkan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga 31 Maret 2023 lembaga tersebut sudah menerima 64 aduan dengan rincian kekerasan terhadap anak pada satuan pendidikan. Sementara pada tahun sebelumnya KPAI mencatat kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus, termasuk 18 kasus bullying di dunia maya.

Sementara data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan sebanyak 16 kasus perundungan  terjadi di lingkungan sekolah pada periode Januari hingga Agustus 2023. Adapun kasus perundungan di lingkungan sekolah paling banyak terjadi di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan proporsi 25?ri total kasus. 

Data itu tentu belum mencerminkan realitas sesungguhnya mengingat kemungkinan besar banyak kasus yang terjadi di dunia pendidikan namun tidak dilaporkan ke KPAI. Atau bisa jadi karena kasusnya tidak mencuat di media massa.

Kondisi ini sesungguhnya memperlihatkan lembaga pendidikan formal di Indonesia sejak lama tidak kondusif untuk berlangsungnya pendidikan dan pengajaran. Karena itu masyarakat perlu mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang mewajibkan sekolah lembaga pendidikan terkait, lebih bertanggung jawab memperbaiki iklim proses belajar mengajar di sekolah termasuk berusaha mencegah terjadinya bullying di sekolah.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) diharapkan bisa terlibat aktif melakukan pendampingan satuan pendidikan dalam kegiatan sosialisasi perlindungan anak, pelatihan pendidikan ramah anak, rehabilitasi sosial, hingga pendampingan hukum apabila dibutuhkan. Sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama yang terlibat langsung dalam menangani pendidikan diharapkan bisa lebih aktif mengakhiri tiga dosa besar pendidikan, yakni perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.

Kita tentu tidak ingin anak-anak kita menjadi sosok buas seperti Mario Dandy yang dengan entengnya menginjak-injak dan menendang kepala David Ozora. Namun kita juga tidak ingin melihat anak-anak Indonesia terganggu mentalnya serta terancam nyawanya akibat perundungan ini.

Maraknya kasus perundungan yang dilakukan sesama pelajar perlu kajian yang mendalam kenapa hal itu bisa terjadi. Pembentukan karakter pelajar yang bermental baik, seperti sopan santun, toleransi, suka menolong, gotong royong, integritas, mandiri dan demokratis, tak hanya di sekolah, tapi juga di rumah dan lingkungan sosial atau pergaulan. Selamatkan anak-anak Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Sofia Zakiah)