Fluktuasi dinamika politik akhir-akhir ini terjadi sangat cepat, semua berubah dalam sekejap. Deklarasi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Kota Pahlawan telah mengubah tatanan politik yang setahun belakangan terjadi.
Namun, di tengah perubahan konstelasi politik tersebut, rakyat sebagai pemilih yang akan memasrahkan mandatnya pada pemilu 2024 mendapatkan kepastian tenntang sosok yang akan diajukan sebagai pemimpin. Anies-Muhaimin menjadi pasangan pertama yang mendeklarasikan diri.
Sebuah tradisi baru yang dihadirkan, yakni 2,5 bulan sebelum pendaftaran capres/cawapres pilpres 2024 ditutup. Berbeda dari pemilu 2019, yakni semua kandidat mendeklarasikan pasangan capres/cawapres di masa akhir pendaftaran.
Misalnya, pasangan Jokowi, Ma'ruf Amin baru diumumkan di hari terkahir pendaftaran dan langsung mendaftar ke komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni tanggal 10 Agustus 2018. Sedangkan Sandiaga Uno ditunjukkan Prabowo pada H-3 hari terakhir pendaftaran.
Pada pemilu 2024 kali ini, sudah saatnya tradisi injury time ini diakhiri. Sehingga rakyat akan punya waktu panjang untuk mengetahui sosok pasangan calon pemimpinnya. Menelaah rekam jejaknya, sehingga nantinya benar-benar menjatuhkan pilihan berdasarkan rasionalitasnya.
Rakyat jangan lagi dipaksa menerima kandidat pasangan yang baru dipastikan saat 'injury time', sehinnga minim waktu menelusuri rekam jejaknya. Kontestasi politik harusnya bukan lagi memilih hanya karena kedekatan emosionalnya yang kecenderungannya seperti membeli kucing dalam karung.
Untuk itulah kita berharap setelah deklarasi Anies-Muhaimin, poros koalisi lainnya bakal mengikuti. Koalisi pendukung Prabowo Subianto belum menunjukkan tanda-tanda akan segera umumkan cawapres, begitupun pengusung Ganjar Pranowo.
Kiranya rakyat sudah jenuh disuguhi drama dan 'gimmick' bongkar pasang koalisi. Rakyat ingin segera mendengar program serta visi, misi kandidat.
Lebih cepat pasangan capres/cawapres terbentuk, tidak hanya menguntukan para kandidat, tetapi juga masyarakat. Mereka akan cukup waktu untuk memperkenalkan diri, visi, misi, dan programnya kepada masyarakat.
Akan cukup waktu untuk berdialog dan melakukan sosialisasi dengan berbagai lapisan masyarakat dari Sabang hingga Merauke di tengah jadwal kampanye yang lebih pendek dibandingkan pemilu 2019 lalu.
Kandidat juga dapat menggali berbagai persoalan dan harapan dari berbagai lapisan masyarakat. Dari sini sang Capres/cawapres dapat mempertajam programnya hingga mendekati kebutuhan masyarakat.
Bagi parpol pengusung, benefit yang diperolah juga akan lebih maksimal. Dengan pembentukan capres/cawapres lebih awal, akan memaksimalkan efek ekor jas (coattail effect) untuk mendongkrak perolehan suara di legislatif, apalagi pemilu kali ini serentak.
Dari sisi masyarakat, akan dapat mengenal lebih detail sosok sang Capres, termasuk visi, misi, dan programnya. Pemahaman masyarakat inilah yang akan menjadi dasar untuk menilai kelayakan atas program yang akan ditawarkan pemerintahan capres/cawapres.
Artinya, kalau programnya tidak sesuai dengan kebutuhannya, maka sang capres tersebut akan diabaikan. Karena sudah saatnya demokrasi indonesia naik level dengan meningkatkan literasi politik rakyat menjadi pemilih rasional, bukan lagi sekedar emosional.
Dorong rakyat untuk menjadi pemilih rasional, tidak lagi memilih hanya berdasarkan pertimbangan emosional. Pertimbangan emosional inilah yang kerap membuat kontestasi politik lima tahunan ini menjadi gaduh, menjadi penyebab pertikaian, permusuhan, dan perpecahan.
Kiranya pemilu 2024 menjadi momentum kontestasi demokrasi naik kelas. Sudahi kebiasaan deklarasi capres/cawapres mendekati batas akhir pendaftaran.
Pandangan bahwa pengumuman di detik akhir merupakan sebuah strategi agar kandidat tidak 'ditelanjangi' dan digebuki jelas pendapat yang sesat pikir. Bukannya seorang calon pemimpin tidak hanya 'ditelanjangi', bahkan harus 'dikuliti' oleh rakyatnya.