Pasca-pandemi Covid-19 industri penerbangan nasional kembali mengalami tantangan besar. Walaupun sempat rebound akibat revenge tourism atau wisata balas dendam yang muncul sebagai dampak Covid-19, melewati pertengahan tahun 2024 industri penerbangan nasional menghadapi tren profitabilitas yang cenderung menurun.
Di saat bersamaan tuntutan penurunan harga tiket semakin kencang disuarakan menghadirkan dilema yang tidak mudah dipecahkan. Sebagai gambaran pada paruh pertama 2024, maskapai low cost carier Air Asia Indonesia mencatatkan tingkat kerugian sebesar Rp1,29 triliun atau meningkat hingga 7 kali lipat dibandingkan rugi periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan Garuda Indonesia masih cukup beruntung dengan basis restrukturisasi utang yang dijalankan Garuda Indonesia yang juga merupakan maskapai
full service. Masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan kinerja sebesar 18,27% secara tahunan dari USD1,73miliar per Juni tahun lalu.
Di kuartal ketiga tahun 2024 maskapai penerbangan di Indonesia kompak mencatatkan kerugian. Menjadi sebuah pertanyaan besar apakah industri penerbangan nasional kita saat ini sedang baik-baik saja?
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan secara operasional dan secara keuntungan tahun 2024 adalah tahun terbaik untuk Garuda Indonesia dibandingkan tahun lalu. Hal ini sesuai janji Garuda Indonesia saat restrukturisasi.
"Secara EBITDA tahun ini terbaik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Ini juga memang sesuai juga dengan janji kita waktu kita melakukan restrukturisasi, bahwa kita dari waktu ke waktu akan terus-menerus memperbaiki kondisi perusahaan dan menjadikan perusahaan ini menguntungkan. Jadi kita cukup gembira dengan hasil positif ini. Mudah-mudahan kuartal IV lebih membaik," tutur Irfan.
Irfan menyebut pihak maskapai menjanjikan perusahaan Garuda Indonesia menguntungkan kepada para debitur. Menurutnya hal ini tidak sederhana karena Garuda Indonesia jarang untung.
"Saat restrukturisasi dan negosisasi dengan para kreditur salah satu yang kita sampaikan tidak hanya proposal, tapi janji kita terhadap Garuda ke depan. Janji kita sederhana saat itu, kami janji perusahaan ini menguntungkan. Jadi tidak sederhana karena selama ini Garuda jarang-jarang untung," kata Irfan.
"Untuk membuat Garuda ini untung bukan pekerjaan mudah, apalagi secara
overall industri ini marjinnya tipis kan jadi ini perlu banyak aktivitas yang dilakukan oleh tim baik meningkatkan penjualan biaya dan yang lain-lainnya. Sebenarnya bisa banyak dikatakan oleh sebab konsistensi kita di dalam memberikan pelayanan sehingga orang akhirnya tetap memilih Garuda walaupun mungkin agak sedikit mahal dan sekarang agak diributkan mengenai harga tiket terutama di dalam negeri," ucapnya.
Geliat Garuda Indonesia Dibalik Tekanan Harga Tiket
Sebelum pemerintahan Prabowo, Luhut Binsar Pandjaitan yang mengomandoi Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat. Hal ini diperlukan imbas penilaian publik harga tiket perjalanan domestik dianggap lebih mahal dibandingkan melakukan perjalanan ke luar negeri.
"Saya tidak mau berdebat soal mahal atau murah karena ini semuanya relatif. Tetapi memang setiap kali orang bertanya sama saya kenapa mahal? Saya membandingkan misal Jakarta-Padang yang lebih mahal dengan Jakarta-Kuala Lumpur. Pertanyaan saya kapan anda beli? kapan harga itu beda? Yang kedua anda terbang atau anda melihat harga itu ke Padang naik apa? Ke Malaysia ke Kuala Lumpur naik apa? Yang ketiga anda duduk di ekonomi atau di bisnis? Kita mesti
fair. Dan saya sebenarnya beberapa kali ikut rapat saya sampaikan sebelum bicara soal harga marilah kita bicara soal struktur biaya," tutur Irfan.
Irfan buka-bukaan soal struktur harga tiket penerbangan. Ia menjelaskan harga tiket diatur oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pajak, asuransi, dan pelayanan jasa penumpang pesawat udara atau PJP2U.
"Struktur biaya di harga tiket itu ada dua, satu yang diatur oleh Kemenhub yang turunan dari Undang-Undang Transportasi yaitu ada tarif batas atas tarif batas bawah. Undang-Undang itu menyatakan juga bahwa perusahaan penerbangan harus untung. Tinggal formulanya mesti dihitung , formula yang kita pakai hari ini tidak beda jauh atau boleh dibilang tidak berubah dibanding 2019. Jadi harga kita sebetulnya tidak pernah naik," kata Irfan.
"Tapi ada komponen yang kedua yang itu di luar kewenangan maskapai yang terdiri dari tiga porsi pertama pajak, biaya Jasa Raharja yang Rp5.000, yang ketiga PJP2U, mohon dipahami bahwa ada kenaikan sejak satu setengah atau dua tahun yang lalu," ungkapnya.
PR Irfan Komandoi Garuda Indonesia
Selaku Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiawan punya pekerjaan rumah (PR) soal membangun kepercayaan publik. Menteri BUMN Erick Thohir memberi tugas untuk memoles Garuda Indonesia dan membangun kembali kejayaan Garuda Indonesia.
"Jadi tugas yang diberikan kepada saya oleh pak Menteri pada waktu itu sebenarnya adalah Tolong beresin yang 'lucu-lucu', mudah-mudahan sudah bereslah 'lucu-lucu' gitu. Mudah-mudahan kalau orang lihat Garuda lucu karena Dirutnya pakai batik Pikachu, Pokemon ya, lucu, mudah-mudahan sebatas itu," tutur Irfan.
"Yang kedua beliau menyampaikan, buat Garuda menjadi sebuah perusahaan yang membanggakan. Saya memang juga mendefinisikan Ini meningkatkan
public trust. Jadi yang kita lakukan selama ini itu ada berapa hal, salah satunya adalah interaksi kita ke masyarakat yang secara kontinu dan transparansi kepada market dan satu proses lagi,
define the purpose of Garuda Indonesia kepada publik," ucapnya.