Detik-detik Waisak 2568 BE/2024 telah berlangsung di Candi Borobudur. Dimulainya detik-detik Waisak ditandai dengan penyalaan dupa dan lilin pancawarna.
Penyalaan lilin pancawarna Waisak 2568 BE/2024 di Candi Borobudur dilakukan oleh perwakilan 14 majelis, sekaligus ketua DPD Walubi dari berbagai daerah.
Api yang digunakan untuk menyalakan lilin pancawarna diambil dari api abadi Merapen, Grobogan, Jawa Tengah.
Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 2568 BE, Bhante Dhammavuddho Thera mengatakan, masing-masing warna pada lilin tersebut memiliki makna.
Warna biru diambil dari rambut Buddha, yang berarti bakti baik kepada guru, sesama makhluk, maupun kepada ajaran Buddha.
Warna kuning diambil dari kulit Buddha, yang berarti kebijaksanaan. Warna jingga diambil dari telapak tangan dan kaki Buddha, yang berarti semangat.
Sementara, warna putih diambil dari tulang dan gigi Buddha, yang berarti kesucian. Adapun warna merah diambil dari darah Buddha, yang berarti cinta kasih universal. Nyala lilin ini diharapkan menjadi terang dan berkat bagi semua makluk di dunia.
Sementara itu puncak perayaan Waisak ditandai dengan pelepasan lampion oleh umat Buddha di Marga Utama, kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang. Sebanyak 2.568 lampion disiapkan untuk perayaan ini.
Jumlah lampion ditentukan berdasarkan tahun peringatan Waisak. Dalam teknisnya satu lampion diterbangkan oleh empat hingga lima orang. Masing-masing dapat menulis doa, harapan maupun cita-cita di lampion dan setelah itu dinyalakan menggunakan api yang diambil dari sumber api abadi Merapen, Grobogan, Jawa Tengah.
Lampion yang diterbangkan ini terbuat dari bahan ramah lingkungan dan akan terbakar habis ketika sudah berada di ketinggian.
Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 2568 Budhist era 2024, Karuna Murdaya mengatakan pada peringatan Tri Suci Waisak kali ini mengajak umat Buddha untuk lebih meningkatkan kesadaran dan bersemangat mempelajari ajaran sang Buddha.