Terkait dengan kebijakan Menteri Kesehatan membekukan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah berkirim surat ke Presiden Prabowo Subianto pada 25 April agar kebijakan tersebut ditunda.
IDI mengungkapkan kebijakan tersebut kurang tepat diterapkan di tengah fenomena kurangnya jumlah dokter spesialis di Indonesia. Kabid Humas PB IDI, Chastry Meher mengingatkan jangan sampai karena kelakuan segelintir oknum dokter spesialis, penutupan sementara PPDS ini mengganggu proses pendidikan serta pelayanan terhadap masyarakat.
"Kebijakan dari Kemenkes tersebut menghentikan ini dianggap kurang tepat dan kurang bijak. Nah, ini berbahaya sekali apabila dengan gegabah menutup sementara prodi anestesi hanya karena kelakuan yang tidak beretika, di mana ini dilakukan oleh satu atau dua orang oknum dokter. Sementara kita ketahui juga kita ini kan saat ini sedang kekurangan dokter spesialis. Apabila kita menutup ini kan juga menjadikan sesuatu bumerang ya," ungkap Chastry.
Chastry menilai seharusnya jika memang terbukti oknum dokter spesialis tersebut menyalahgunakan tugas dan wewenangnya, hukuman yang diterapkan adalah personal, bukan membekukan sementara program studinya.
"Jika dalam perjalanannya ada oknum dokter yang menyalahgunakan tugas dan wewenangnya serta menyalahi sumpah dan etika kedokteran, maka yang harus dilakukan adalah menindak oknum tersebut dan bukan membekukan program
pendidikannya," kata Chastry.
IDI menilai kebijakan pembekuan rumah sakit vertikal oleh Kementerian Kesehatan menyebabkan program pendidikan terhenti yang menghambat produksi dokter spesialis di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.
"Karena ini adalah oknum dan kesalahannya adalah kesalahan individu, bukan kesalahan secara secara menyeluruh, dengan dibekukannya rumah sakit vertikal tersebut artinya program pendidikan ini kan tidak berjalan. Ini juga menghambat produksi dokter spesialis, yang di mana kata kuncinya tadi saya garis bawahi kita ini
kekurangan dokter spesialis," jelasnya.
Penghentian Prodi Anestesi di dua rumah sakit diberlakukan Kemenkes setelah terjadi setidaknya dua kasus. Di antaranya kasus pemerkosaan oleh dr Priguna di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan kasus meninggalnya dr Aulia Risma yang diduga karena perundungan di Rumah Sakit Kariadi Semarang.