Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) menjadi kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah. Bangkrutnya SVB dinilai dapat membuat sejumlah startup di sejumlah negara terguncang.
"Bahkan ada beberapa startup, terutama yang basisnya di India, kemudian di Tiongkok, itu langsung bereaksi. Karena sebagian depositnya tidak bisa ditarik dari Bank Silicon Valley," kata ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira di program Metro Pagi Primetime Metro TV, Rabu (15/3/2023).
Diketahui juga bahwa ada dana SVB yang masuk ke startup Indonesia. Namun, dana masuk secara tidak langsung lewat venture capital sehingga diharapkan dampaknya tidak besar.
"Mereka misalnya mendapatkan pendanaan lewat modal ventura yang menyimpan deposit di SVB, tentunya ini akan mempengaruhi dari cashflow," ucap Bhima.
Menurut Bhima, hal ini berpengaruh terhadap strategi bisnis ke depannya. Misalnya, ketika startup ingin menambahkan modal, tapi terkendala dari sisi permodalan.
Sebelumnya, Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut usai mengalami krisis modal, Jumat (10/3/2023). Dalam kurun 48 jam sebelum ditetapkan, bank yang berfokus pada permodalan startup itu gagal memperoleh dukungan dana untuk melanjutkan operasionalnya.
Kebangkrutan SVB ini salah satunya akibat dampak kebijakan Federal Reserve System (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga. Hal ini bertujuan untuk menekan inflasi di AS. Diketahui, suku bunga acuan di AS telah menembus 4,5-4,75% per Februari 2023.