Titik akhir pandemi covid-19 semakin dekat. Begitu kira-kira kesimpulan dari penilaian terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis tengah pekan ini. Dengan melihat angka kematian akibat covid-19 dan penambahan jumlah kasus baru yang turun signifikan di seluruh dunia, selama sepekan ini, WHO menilai dunia kini sedang menuju garis finis pandemi.
Warga dunia mungkin kembali menjalani kehidupan seperti ketika covid-19 belum muncul, sedangkan virusnya sebetulnya tidak pernah benar-benar hilang. Siapkah kita? Jika kita bicara dalam konteks Indonesia, sedikitnya ada tiga isu pokok yang mesti menjadi perhatian sebelum menjawab pertanyaan itu.
Yang pertama, kiranya kita perlu memikirkan bagaimana agar perilaku, kebiasaan, dan budaya berkesehatan yang sudah terbentuk di masyarakat selama pandemi dapat dilanggengkan hingga nanti selepas pandemi. Disiplin tinggi terhadap protokol kesehatan, menjalankan pola hidup sehat, responsif terhadap perubahan dalam berbagai aspek, ialah beberapa contoh budaya yang sudah terbangun dan semestinya tidak berhenti ketika pandemi berakhir.
Sungguh sia-sia 'pengorbanan' kita selama ini bila kebiasaan-kebiasaan baik itu ikut lenyap seiring dengan kelarnya pandemi. Dalam konsep berkehidupan dalam kenormalan baru (new normal) pun ujian sesungguhnya bukan ketika pandemi masih berlangsung, melainkan masa pascapandemi. Kenormalan baru ialah norma baru yang memang tercipta pada saat pandemi.
Ancaman wabah tidak akan hilang sampai kapan pun. Yang bisa dilakukan ialah menekan penyebarannya, salah satunya dengan memperkuat proteksi diri melalui vaksinasi. Karena itu, ketika bangsa ini bisa menghasilkan vaksin sendiri, tanpa harus bergantung pada negara lain, sesungguhnya itu ialah tangga pertama menuju kemenangan melawan pandemi dan ancaman wabah.