Dua orang penyintas korban perbudakan seks Jepang selama Perang Dunia II di Filipina, Narcisa Claveria dan Estelita Dy mendesak pemerintah Jepang mengakui kejahatan perang mereka, Senin (30/1/2023) waktu setempat.
Hal itu dilakukan mereka sambil membawa poster dan meneriakkan yel-yel saat mendatangi Kedubes Jepang di Filipina.
Korban perang tersebut geram, saat mengetahui laporan HAM ke-4 yang diserahkan Jepang ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHRC) sama sekali tidak mengungkit tentang perbudakan seks militer mereka pada masa perang.
Menurut koordinator organisasi perlindungan hak-hak wanita penghibur Filipina, ada sekitar seribu wanita selama pendudukan Jepang di Filipina dari 1942-1945, yang direkrut paksa dan dijadikan wanita penghibur.