10 August 2023 20:48
Jalan pengembangan industri mobil listrik di Indonesia rupanya masih belum mulus. Berbagai tantangan masih mengadang yang bisa menghambat pertumbuhan pengembangan mobil listrik Indonesia.
Berbagai insentif yang digelontorkan pemerintah untuk mendorong produksi dan pembelian kendaraan listrik, rupanya dinilai masih belum cukup untuk menghadapi banyaknya tantangan pengembangan industri mobil listrik.
Toyota Astra Financial menilai, ada keterbatasan dari sisi riset pada sektor mobil listrik Indonesia. Selain itu, perkembangan teknologi baterai juga masih terus berkembang.
"Teknologi baterai kan berkembang terus, mungkin sekarang 300-400 kilo nanti mungkin bisa seribu kilo kita enggak tahu," kata Direktur Astra Toyota Financial, Agus Prayitno.
Dalam laporan mengenai pasar mobilitas di Indonesia yang diterbitkan perusahaan manajemen konsultansi global Arthur D. Little, Indonesia memiliki lima tantangan dalam pengembangan industri mobil listrik.
Pertama, ketergantungan yang kuat pada produksi original equipment manufacturer (OEM) otomotif yang terbatas. Kedua, terbatasnya pengembangan infrastruktur pengisian (SPKLU). Ketiga, pemrosesan nikel yang kurang optimal. Keempat, baterai lithium ferro phosphate sebagai ancaman nickel manganese cobalt. Terakhir, keseimbangan antara keterkaitan regional dan prioritas nasional.
Meski demikian, Indonesia masih dilihat sebagai pasar mobil listrik yang potensial. Berdasarkan catatan Gaikindo, sebenarnya penjualan mobil listrik di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup pesat dengan kenaikan penjualan lebih dari 500% pada Semester I 2023 dibandingkan Semester I 2022.
Kementerian Perindustrian sebenarnya juga telah menetapkan target produksi sebanyak 600 ribu kendaraan listrik roda empat dan 2,45 juta kendaraan listrik roda dua pada 2023.
Namun berdasarkan hasil analisis Arthur D. Little, Indonesia membutuhkan produksi minimal 340 ribu kendaraan listrik atau 56 persen dari target semula untuk memenuhi kapasitas 15 GWh dari permintaan domestik.