Masih Ada Peluang Negosiasi dengan AS Turunkan Tarif

9 July 2025 15:05

Pemerintah Indonesia hingga kini belum berhasil menurunkan tarif impor sebesar 32 persen yang ditetapkan Amerika Serikat (AS) atas seluruh produk Indonesia. Kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2025, setelah diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump.

Sejatinya proses negosiasi telah berlangsung sejak Mei lalu. Namun hasilnya belum membuahkan perubahan signifikan.  Walau demikian, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai masih ada peluang bagi Indonesia untuk menurunkan tarif di bawah 32 persen, meskipun kemungkinan bebas tarif sepenuhnya dinilai tidak realistis. 

"Vietnam saja yang memberi tarif nol persen untuk produk AS tetap dikenai 20 persen. Tapi saya optimistis Indonesia bisa menekan tarif ke angka lebih rendah dari 32 persen," ujar Wijayanto dikutip dari Selamat Pagi Indonesia Metro TV pada Rabu, 9 Juli 2025.

Menurut Wijayanto, strategi Trump ini merupakan bagian dari tekanan negosiasi agar AS mendapatkan kesepakatan terbaik. "Sebelum mengeluarkan tarif final, Trump memainkan strategi agar negara-negara lain, termasuk Indonesia, memberikan konsesi yang lebih besar," katanya.
 

Baca Juga: Perkuat Hubungan Diplomatik, Prabowo Bertemu Presiden Brasil

Di satu sisi, dia mengingatkan tim negosiasi agar tidak memberikan tawaran berlebihan yang justru merugikan kepentingan nasional. Terlebih tawaran yang bisa menjadi beban jangka panjang.

Terkait sektor yang paling terdampak, Wijayanto menyebut beberapa industri unggulan, seperti tekstil, alas kaki, komponen kendaraan, perlengkapan listrik, CPO, hingga produk berbahan dasar karet akan merasakan efek signifikan. Namun ia juga menjelaskan bahwa dampaknya tidak langsung sebanding dengan angka 32 persen karena tarif dikenakan pada harga impor, bukan harga jual akhir.

Trump Ancam Tambah 10% untuk Negara BRICS

Selain soal tarif 32 persen, Trump juga kembali melontarkan rencana tambahan tarif sebesar 10 persen terhadap negara-negara BRICS. Indonesia kini telah bergabung dalam forum BRICS Plus, bersama dengan negara-negara seperti India, Brasil, dan Uni Emirat Arab. Namun Wijayanto menilai pernyataan tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan.

"Saya melihat itu bagian dari tekanan negosiasi, bukan kebijakan final. Negara-negara BRICS punya pengaruh besar, bahkan banyak yang merupakan mitra dekat AS," ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam BRICS justru mencerminkan keberanian untuk lepas dari mental barrier dalam bersikap di panggung global. Pemerintah diminta tidak takut untuk menghadapi tekanan AS.

“Jangan takut hanya karena khawatir AS tidak suka. Kita punya kepentingan nasional yang harus diperjuangkan,” tambahnya.

Meskipun waktu negosiasi tersisa kurang dari satu bulan, Wijayanto tetap optimistis. Ia memprediksi tarif Indonesia bisa diturunkan ke kisaran 20–30 persen, mendekati tarif yang dikenakan pada Vietnam dan Malaysia.

"Tarifnya akan turun, saya rasa kita masih punya peluang. Tinggal bagaimana kita mengelola strategi diplomasi dan menjaga posisi tawar," ucapnya

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)