Dalam kurun waktu dua pekan terakhir telah terjadi dua kecelakaan kapal di Indonesia. Yang satu terjadi di Selat Bali, sebuah kapal feri dan satu lagi speedboat di Mentawai. Di negara kepulauan seperti ini, petaka di transportasi laut seharusnya adalah hal terakhir yang kita harapkan terjadi.
Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya yang tenggelam pada Rabu, 2 Juli 2025, malam di wilayah selat Bali hanya sekitar 30 menit setelah meninggalkan pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju ke Gilimanuk Bali.
Kapal tenggelam di tengah cuaca laut yang kurang bersahabat dan insiden terjadi begitu cepat. Banyak penumpang yang tidak sempat menyelamatkan diri.
Kecelakaan langsung memicu operasi penyelamatan besar- besaran oleh tim gabungan Basarnas, TNI AL, Pol Air, dan Relawan lokal. KMP Tunu Pratama Jaya saat itu membawa total 65 orang terdiri dari 53 penumpang dan juga 12 awak kapal. Kapal juga mengangkut 22 unit kendaraan mulai dari kendaraan pribadi hingga truk logistik.
Manifest resmi ini menjadi acuan dalam upaya pencarian dan evakuasi korban meski sempat terjadi dinamika di lapangan terkait ketidaksesuaian data dengan jumlah korban yang berhasil ditemukan per tanggal 15 Juli 2025.
Berdasarkan data Selasa, 15 Juli 2025, 30 orang selamat, 18 meninggal dunia, dan 17 hilang. Proses identifikasi jenazah juga sempat berlangsung lambat karena kondisi tubuh korban yang mulai membusuk akibat terlalu lama berada di di laut.
Tim DVI dan forensik dari Polda Bali dan Jatim dikerahkan untuk mendukung proses identifikasi. Setelah hampir dua pekan pencarian bangkai KMP Tunu Pratam Jaya ditemukan pada Sabtu, 12 Juli 2025, di kedalaman sekitar 40 sampai 50 meter di bawah permukaan laut dengan kondisi kapal terbalik namun struktur kapal masih utuh. Lokasi bangkai ditemukan menggunakan metode sonar dan penyelamatan manual oleh tim penyelam TNI AL dan juga Basarnas.
Penemuan tersebut menjadi titik penting dalam proses pencarian sisa korban yang diyakini terjebak di dalam atau sekitar badan kapal. Berdasarkan keterangan awal dari tim investigasi KNKT, penyebab sementara mengarah pada masuknya air laut ke ruang mesin diduga karena pintu kedap air tidak tertutup sempurna. Akibatnya ruang mesin cepat terisi air, kapal mengalami kemiringan dan akhirnya terbalik dalam hitungan menit.
Cuaca buruk juga turut mempercepat proses tenggelam. Sementara sejumlah laporan juga menyebut adanya potensi kelebihan muatan yang ini semua masih ditelusuri lebih lanjut oleh tim investigasi.