17 August 2023 21:30
Pengamat politik, Rocky Gerung menyatakan sudah menjadi takdir bagi presiden sebagai pejabat publik untuk dicaci maki. Ia menilai saat pejabat publik membuat kebijakan yang masuk dalam wilayah demokrasi maka menjadi objek caci maki.
"Jadi kalau tidak mau dicaci maki, jangan buat kebijakan. Tapi bukan menyebut caci maki pada persona, tapi caci maki pada dia yang menduduki posisi (pejabat) publik," jelas Rocky Gerung.
Rocky mencontohkan budaya caci maki di Bima. Di mana sehari sebelum naik takhta, raja diseret ke pasar untuk dicaci maki. Dan Rocky menilai caci maki masih relevan dengan masyarakat zaman sekarang.
Meski pun begitu, Rocky meminta maaf apabila kata-kata yang diucapkannya menimbulkan kontroversi. Namun permintaan maaf itu ditujukan bukan untuk Joko Widodo atauPDIP, melainkan kepada masyarakat karena sudah menimbulkan keributan. Sebab Ia menilai ucapannya tersebut masih masuk dalam ranah kritik terhadap kebijakan.
"Kan waktu itu saya ucapkan dua hal. Saya kritik kebijakan IKN dan saya kritik kebijakan omnibus law," ungkap Rocky.
Soal kata kasar yang digunakannya, akademisi Universitas Indonesia itu menilai langkah tersebut sebagai wake up call bagi masyarakat bahwa dua kebijakan Presiden Jokowi tersebut bermasalah secara hukum dan tidak fungsional untuk menghasilkan kesejahteraan.
"Kalau saya enggak bisa bangunkan orang dengan waker, saya siram air," katanya.
Rocky menuduh PDIP khususnya Hasto Kristyanto yang menjadikan kritikannya tersebut menjadi keriuhan di masyarakat. Ia juga menilai PDIP yang telah mengorkestrasikan relawan untuk membuat puluhan laporan ke polisi.
"Dia (Hasto) yang lebih dulu mengatakan bahwa 'Rocky Gerung mesti di penjara', lalu relawan ikut." jelasnya.
Sebelumnya akademisi Universitas Indonesia, Rocky Gerung mengkritik Jokowi dengan menggunakan kata 'bajingan' dalam rekaman video pada acara organisasi buruh di Islamic Center Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu, 29 Juli 2023.
Pernyataan Rocky Gerung yang dianggap menghina Presiden Joko Widodo berbuntut laporan ke polisi. Akademisi itu dipersangkakan Pasal 28 Jo Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 ITE, Pasal 156 dan Pasal 160 KUHP serta Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.