Ketegangan konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand kembali memuncak pada pertengahan tahun 2025. Serangkaian insiden yang terjadi setidaknya selama tiga bulan terakhir menguatkan fakta bahwa bara konflik masih menyala. Apa yang sebenarnya terjadi di perbatasan?
Pada tanggal 27-28 Mei 2025 terjadi baku tembak di Chang Bok, di mana diberitakan seorang prajurit Kamboja tewas dalam baku tembak yang terjadi ini. Akibatnya Thailand akhirnya memperketat perbatasan dan Kamboja membalas dengan embargo ekonomi.
Hal tersebut otomatis mengguncang diplomasi bilateral dan juga meningkatkan ketegangan. Akhirnya keduanya melakukan manuver ekonomi sebagai balasan.
Kamboja menghentikan impor BBM dan juga barang dari Thailand, sementara Thailand membatasi akses internet, listrik, dan juga menutup beberapa pos lintas batas.
Tuduhan provokasi pun saling dilontarkan antara kedua pihak, baik Thailand maupun Kamboja, yang akhirnya semakin memicu ketegangan regional dan akhirnya eskalasi militer pun terjadi.
Bentrokan besar diinformasikan terjadi di Prasat Ta Muen Thom dan Emerald Triangle. Bentrokan pertama kali terjadi cukup besar. Thailand menggunakan pesawat jet F16 dan artileri, sementara Kamboja menembakkan roket BM21.
Konflik ini juga meledakkan di wilayah Kuil Muan Thom di Provinsi Surin lalu menyebar ke provinsi lain seperti Ubhon Rachatani, Si Sa ket, dan Buriram, serta wilayah Odar Meance dan juga Preah Vihear di Kamboja.
Akibatnya dari eskalasi militer yang terjadi ini ada 43 orang yang diinformasikan tewas dan lebih dari 138 ribu lebih mengungsi.
Respons Dunia
PBB dan juga negara besar langsung menyerukan gencatan senjata antara kedua pihak, yakni antara Thailand dan Kamboja. Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan mengancam tarif dinaikkan hingga 36 persen jika nanti ternyata konflik tidak segera diakhiri atau gencatan senjata tidak tercapai.
Asean juga bertindak sebagai mediator melalui kepemimpinan Malaysia. Jadi, melalui Perdana Menteri Anwar Ibrahim, Malaysia mempertemukan dua pemimpin di Putrajaya pada tanggal 28 Juli di situ dan ini juga didukung oleh Amerika Serikat dan Tiongkok yang turut memberikan tekanan diplomatik agar gencatan senjata dapat segera dicapai.