NEWSTICKER

Metropedia: Membedah Hasil KTT ke-42 ASEAN

N/A • 14 May 2023 12:52

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN sukses digelar pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan mengenai hasil pertemuan negara-negara se-ASEAN tersebut.

Beberapa negara ASEAN ingin masalah di Laut China Selatan mendapatkan perhatian serius. Tiongkok terus mengklaim sebagian besar wilayah di Laut China Selatan, yang tumpang tinding dengan wilayah negara lain beberapa diantaranya anggota ASEAN.

Kepulauan Spratly kerap menjadi sumber perselisihan beberapa negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam dan Tiongkok. Bahkan soal tumpang tindih ini sempat dibawa ke Pengadilan Arbitrase.

Negara-negara di ASEAN menolak klaim sepihak Tiongkok. Namun, pihak Tiongkok juga menolak hasil Arbitrase, dan terus membangun fasilitas militer di wilayah yang disengketakan.

Dalam pernyataan di KTT ke-42 ASEAN yang lalu, negara-negara anggota meminta penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal, termasuk unclos atau Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut.

ASEAN juga menggarisbawahi pentingnya pihak-pihak yang bersiteru untuk sama-sama kendalikan diri berpedoman pada deklarasi perilaku di Laut China Selatan atau istilahnya DOC, sehingga jika terjadi adanya bentrokan, tetap diupayakan dalam perilaku kepala dingin dan ASEAN bersatu.

Kesimpulan hasil KTT ASEAN di Labuan Bajo kemarin juga menyepakati peta biru yang menarik. Seperti negara-negara ASEAN sepakat mulai penggunaan mobil listrik secara massal dan ekosistemnya.

Indonesia memiliki bahan baku pendukung baterai terbesar di dunia. ASEAN juga ingin menjadi pusat pertumbuhan dari ekosistem mobil listrik dan bagian penting dari rantai pasok dunia, sehingga hilirisasi industri menjadi kunci.

Selain itu, ASEAN juga sepakat dalam "membuang dolar" dan menggunakan mata uang lokal untuk pembayaran lintas negara ASEAN.

Kepala Pusat Kebijakan Regional & Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Nella Sri Hendriyetty menyebut, Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat untuk memperkuat penggunaan uang lokal di kawasan. Hal ini diharapkan akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap mata uang internasional.

Kepemimpinan Indonesia di ASEAN kali ini juga penting, ketika arti penting ASEAN mulai dipertanyakan. ASEAN yang dulu dipandang selalu jadi bahan pelajaran dari SD, mulai kehilangan pengaruh dan daya tawar.

Salah satunya penyelesaian soal Myanmar yang jalan di tempat, menjadikan urusan tersebut pertaruhan kredibilitas ASEAN. Presiden Joko Widodo pun akhirnya mengakui di depan para kepala negara anggota ASEAN bahwa ASEAN tidak bisa memberikan perkembangan nyata untuk krisis Myanmar.

Indonesia menyebut, masalah stabilitas keamanan yang kali ini PR-nya adalah krisis Myanmar, ASEAN harus tetap bersatu jangan sampai ada pihak-pihak yang sengaja memetik keuntungan dari situasi di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa diplomasi non-megaphone yang dipakai saat ini bukan berarti Indonesia diam saja soal krisis Myanmar. Ia memastikan Indonesia sudah melakukan pendekatan-pendekatan yang sebenarnya dan tidak semua bisa ditampilkan ke publik. Ada tahapan-tahapan yang dilakukan secara diam-diam.

Sempat ada pandangan langkah diplomasi sembunyi-sembunyi yang dilakukan Indonesia ini kurang transparan. Namun, Menlu Retno Marsudi menyebut, bahwa dalam kurun waktu empat bulan keketuaan ASEAN, Indonesia sudah menjalin 60 kali pertemuan dengan pihak-pihak terkait di krisis Myanmar, termasuk dengan Junta, pemerintah bayangan Myanmar dan juga organisasi etnis lokal.

Pendekatan solusi untuk Myanmar juga dilakukan dengan negara-negara tetangga dan pemain kunci, termasuk meminta bantuan PBB untuk menguatkan perhatian terhadap krisis Myanmar.
(Nienda Farras Athifah)

Tag