Bedah Editorial MI - Bersiap untuk Dunia yang Menggila

23 June 2025 08:50

ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain. Kali ini, negara dengan julukan Paman Sam di bawah kepemimpinan Donald Trump, itu secara terang-terangan dan terbuka menyerbu negara merdeka lainnya, Iran. 

Amerika masih merasa sebagai  polisi, jaksa, dan hakim dunia sehingga berhak untuk menghakimi hingga mengeksekusi negara lain. Kali ini, mereka mengerahkan pesawat pengebom dan kapal selam yang meluncurkan puluhan peluru kendali (rudal) dan bom ke Iran. 
Semua itu dilakukan karena Iran dianggap menolak melucuti senjata nuklir yang mereka miliki. Pascapenyerbuan, Trump pun mengunggah klaim keberhasilan kekuatan militer Amerika menghancurkan tiga lokasi fasilitas nuklir Iran itu. 

Trump juga menyebut serangan ini sebagai keberhasilan spektakuler. Padahal, sejumlah senator di AS menganggap aksi militer itu sebagai pelanggaran konstitusi. Sebab, tidak ada persetujuan dari senat untuk melakukan serbuan itu. 

Apalagi, Organisasi Energi Atom Internasional (IAEA) sebenarnya pernah melarang serbuan ke fasilitas nuklir di Iran. Sebab, serangan ke fasiltias nuklir dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Melalui serangan itu, AS sebagai kekuatan super power dunia sama sekali tak menghargai semua kesepakatan dan aturan-aturan itu.

Yang dilakukan Trump lebih kepada hasrat untuk ikut cawe-cawe bersama sekutunya, Israel, untuk menyerbu Iran. Keterlibatan AS jelas akan menjauhkan harapan terjadinya perdamaian dunia. Kutukan, seruan, dan pernyataan sikap seakan dianggap angin lalu. Jangankan kecaman, surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) saja seakan menjadi macan ompong. Nyaring ketika dibacakan, tapi tidak berdampak apa pun. 

Indonesia telah mengecam segala bentuk agresi dan mendorong agar konflik diselesaikan melalui jalur diplomatik dan hukum internasional. Di sisi praksis, pemerintah juga mulai mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Iran.
Selain langkah jangka pendek, pemerintah juga mesti bersiap dengan langkah-langkah mitigasi mengatasi perang berkepanjangan. Perang kali ini diyakini bakal mengguncang perekonomian dunia, termasuk Indonesia. 

Sektor yang perlu diwaspadai berpengaruh ke Indonesia adalah di bidang energi dan keuangan. Harga minyak, gas alam dunia, dan nilai tukar dolar AS berpeluang menggila. Apalagi, Indonesia ialah negara importir minyak. Kejayaan kita selaku negara eksportir minyak dan gas bumi (migas) tinggal sejarah. Maka, wajar bila kita mesti sangat serius mengatasi dampak buruk dari kebrutalan agresi Israel yang dipimpin Netanyahu dan Amerika di bawah komando Trump.

Ketergantungan jelas membuat Indonesia tidak bisa berkutik terhadap dinamika perekonomian global. Bila harga migas dunia melonjak, harga bahan bakar minyak di Tanah Air otomatis akan terkerek naik. Maka, konsumen BBM mesti membayar lebih mahal akibat kenaikan itu. Pula, subsidi energi juga akan membengkak. Alhasil, anggaran negara bisa jebol bila terus-terusan menghadapi situasi global yang makin liar oleh sepak terjang dua kepala negara yang amat  brutal itu.

Sudah saatnya dan seharusnya keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk melahirkan kemandirian energi di Tanah Air tidak sekadar rencana di atas kertas. Segera praktikkan cetak biru kemandirian energi itu mulai sekarang, agar di jangka menengah dan jangka panjang, negeri ini tidak selalu diombang-ambingkan situasi.

Pada saat bersamaan, akhiri praktik korupsi dan permainan mafia di sektor energi. Bila ada yang tidak sepaham dengan tekad ini dan masih ingin main-main, silakan minggir atau dipinggirkan, karena selama benalu itu tetap bercokol, jangan bermimpi kemandirian energi akan tercapai.

Tatanan dunia sudah diporak-porandakan oleh orang-orang yang tidak peduli dengan konsensus dan ketenangan dunia. Mereka tetap menjual rerorika menjaga perdamaian, namun dengan menghabisi sesama. Maka, negeri ini mesti memitigasi semuanya. Kita mesti bersiap menghadapi tatanan dunia yang kian menggila.  

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Nopita Dewi)