Sejumlah guru besar dan praktisi hukum mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup. Mereka menilai peraturan ini berpotensi menjadi malpraktik dan digunakan sebagai alat peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara tidak adil.
Guru Besar Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Sudarsono Sudomo menyampaikan, meski kepedulian terhadap lingkungan penting, aspek ekonomi tidak boleh diabaikan. Menurutnya, metode penghitungan kerugian lingkungan dalam Permen tersebut dianggap berlebihan, bahkan mencakup elemen yang dihitung hingga dua atau tiga kali.
“Logikanya keliru. Jika kerugian lingkungan dihitung sebagai PNBP, artinya kita mendorong penerimaan negara tinggi, yang secara tidak langsung mengandaikan kerusakan lingkungan harus tinggi pula. Seharusnya dana tersebut dikembalikan untuk pemulihan lingkungan, bukan menjadi penerimaan negara,” kata Prof. Sudarsono, seperti dikutip dari
Headline News Metro TV, Senin 16 Desember 2024.
Salah satu ironi terbesar dalam penerapan Permen LH No. 7/2014 adalah denda yang diperoleh melalui putusan
pengadilan tidak dikembalikan untuk memulihkan lingkungan yang rusak. Sebaliknya, denda tersebut dicatat sebagai PNBP, yang dianggap bertentangan dengan tujuan utama perlindungan lingkungan.
Para praktisi hukum juga mengkritik penggunaan peraturan ini dalam menentukan
kerugian negara dalam kasus hukum lingkungan. Mereka menilai pendekatan ini tidak memberikan rasa keadilan, terutama bagi perusahaan yang diminta membayar denda tanpa adanya pemulihan langsung di wilayah yang terdampak.
Para
akademisi mendorong pemerintahan saat ini, termasuk Presiden Prabowo, untuk merevisi Permen LH No. 7/2014 dan menyusun regulasi baru yang lebih ilmiah dan adil. Mereka juga meminta keterlibatan akademisi dalam penyusunan peraturan tersebut guna memastikan metode penghitungan kerugian lingkungan berbasis keilmuan yang akurat.
“Kerugian lingkungan itu harus dihitung dengan benar, dan dana yang terkumpul harus dialokasikan kembali untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan, bukan sekadar dicatat sebagai PNBP,” tambah Prof. Sudarsono.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)