Koreksi Ideologi Ekonomi

15 September 2023 23:53

Pencakar langit yang menjulang tinggi merupakan wajah ibu kota negara saat ini. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh negeri.

Sayangnya, di negara berkembang pembangunan masih identik dengan ketimpangan.

Namun jangan kita lupa, wajah ibu kota tak sepenuhnya gemerlap oleh kehidupan kelompok berpunya. Ada pula sudut-sudut kumuh yang dihuni kaum papa. Disparitas ekonomi adalah perbedaan mencolok antara kelompok yang hidup berkecukupan dan yang serba kekurangan.

Bicara seluruh penjuru Nusantara, potret kesenjangan makin terlihat nyata. Makin jauh dari Ibu Kota, jurang ketimpangan makin menganga. Di sudut-sudut negeri yang belum terjangkau infrastruktur memadai, rakyat berjuang sekadar memenuhi kebutuhan dasar.

Padahal negeri ini kaya, subur makmur, gemah ripah loh jinawi. Namun sayangnya penguasaan aset belum mencerminkan keadilan sosial.

Pada 2021 misalnya, Majelis Ulama Indonesia mengkritik ketimpangan penguasaan lahan.

Sebagai negara Pancasila, azas pemerataan semestinya menjadi orientasi pembangunan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah bunyi sila ke-5.

Saat ketimpangan menjadi realita kehidupan muncul pertanyaan, bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila di lapangan? Keadilan, gotong royong, kerja sama, inklusivitas, mestinya menjadi napas kehidupan di negara Pancasila. Faktanya sebagian besar kekayaan bangsa ini dikuasai segelintir anak negeri.

Ekonom Simon Kuznets mengajukan hipotesa, ketimpangan distribusi pendapatan biasa terjadi pada tahap awal pertumbuhan ekonomi. Namun ketimpangan akan menurun pada tahap selanjutnya.

78 tahun Indonesia merdeka, ketimpangan masih sangat mudah ditemukan di sekitar kita. 

Filsuf Amerika Serikat John Rawls mendalilkan perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberi manfaat maksimal bagi mereka yang kurang beruntung.

Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla pernah menyatakan akar beragam konflik di Indonesia adalah keadilan. Di mana keadilan sosial yang menjadi mandat konstitusi? 

Pemimpin silih berganti, potret ketimpangan masih terus kita jumpai. Padahal kesenjangan dapat memicu keresahan yang akhirnya berpotensi memicu perpecahan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)