Jakarta: Truk overdimension dan overload (ODOL) kembali menjadi sorotan setelah menyumbang 40 persen kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan kerusakan jalan dengan kerugian mencapai Rp40 triliun. Meski pemerintah menargetkan Indonesia zero ODOL, kenyataannya masih jauh dari harapan.
Berdasarkan investigasi Metro TV di pangkalan truk Jakarta Barat, terdapat pengemudi yang biasa membawa muatan yang melebihi kapasitas truk ke Sumatra. Dia mengaku terpaksa melanggar aturan muatan karena tak sebanding antara tarif angkutan dengan biaya operasional, termasuk biaya solar, makan, dan biaya kapal.
“Kalau muatan standar empat ton, kami harus bawa 20 ton biar ongkosnya cukup,” ujar seorang supir truk yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari Metro Siang, Metro TV, Kamis, 12 Juni 2025.
Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebut akar masalahnya adalah perang tarif dan tidak adanya standar upah yang jelas untuk pengemudi. Ia mendorong revisi undang-undang dan pemberian insentif untuk pengemudi.
“Pasal 184 UU LLAJ yang mengatur tarif berdasarkan kesepakatan justru memicu persaingan tidak sehat,” kata Djoko.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan menekankan pentingnya digitalisasi. "Kami usulkan sistem surat jalan digital yang terintegrasi dengan sistem BLUe milik Kemenhub untuk memantau muatan truk secara real-time," katanya.
Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menyatakan komitmen penegakan hukum melalui transformasi digital. Pihaknya akan melibatkan pakar transportasi dan akademisi, penggunaan stiker peringatan, hingga penegakan hukum terakhir.
Berdasarkan data tahun 2023, pelanggaran muatan berlebih mendominasi 60,2 persen dari seluruh pelanggaran angkutan barang. Dalam satu dekade terakhir, kerugian negara akibat kerusakan jalan akibat ODOL mencapai Rp43 triliun. Pemerintah menargetkan Indonesia mencapai status zero ODOL pada 2026.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Bidang Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, menegaskan pentingnya regulasi tegas yang mampu menyeimbangkan aspek keselamatan dengan kepentingan ekonomi.
(Muhammad Adyatma Damardjati)