13 October 2025 16:11
Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto bertolak ke Mesir pada Minggu malam, 12 Oktober 2025. Keberangkatan ini bertujuan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza yang diselenggarakan di Sharm El Sheikh. Kedatangan langsung Presiden RI diharapkan mampu memperkuat posisi diplomasi Indonesia dalam upaya global mencapai perdamaian di Palestina.
Dalam rapat terbatas sebelumnya di kediaman Jalan Kertanegara, Presiden Prabowo telah memberikan instruksi serius. Ia memerintahkan agar Tentara Nasional Indonesia (TNI) segera mempersiapkan diri untuk berpartisipasi sebagai pasukan perdamaian. Persiapan ini diaktifkan apabila hasil KTT mencapai kesepakatan konstruktif dan mendapat mandat dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menteri Sekretaris Negara RI, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa keputusan Presiden untuk menghadiri undangan ini adalah bagian dari ikhtiar menjaga hubungan baik dan upaya perdamaian.
"Kalau memang kemudian tercapai kesepakatan ke arah yang baik dalam artian terjadi perdamaian dan kemudian salah satu konsekuensinya adalah kita Indonesia diminta untuk ikut serta membantu mengirimkan pasukan perdamaian... diminta kepada wakil panglima TNI untuk juga mulai mempersiapkan diri manakala dibutuhkan kita sudah siap," ujar Prasetyo Hadi, dikutip dari Prioritas Indonesia, Metro Tv, Senin 13 Oktober 2025.
Pernyataan kesiapan ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, dalam pidatonya pada sidang umum PBB ke-80, Presiden Prabowo telah menyampaikan bahwa Indonesia siap mengerahkan 20.000 prajurit atau lebih untuk misi perdamaian, termasuk di Gaza, bila mandat PBB diberikan. Langkah tersebut menunjukkan keinginan Indonesia untuk menjadi aktor aktif dalam upaya menjaga stabilitas global, bukan sekadar menjadi pengamat.
Kehadiran Prabowo dalam forum perdamaian di Mesir dianggap strategis. Selain untuk memberikan suara diplomatik, Presiden RI juga diundang secara mendesak untuk ikut dalam prosesi perundingan. Undangan mendadak itu ditegaskan pejabat istana sebagai bagian dari upaya Indonesia menghidupkan kembali proses diplomasi yang sempat tersendat.
Pengamat Hubungan Internasional, Teuku Rezasyah, menganalisis bahwa KTT ini akan sangat pelik karena berbagai negara yang hadir memiliki agenda yang berbeda-beda, bahkan beberapa di antaranya memiliki posisi berseberangan dengan Indonesia. Ia mencontohkan, hanya Indonesia yang tampak bersikap sangat tegas dalam KTT tersebut.
Menurut Teuku Rezasyah, banyak negara lain yang posisinya belum jelas atau bahkan hanya mendukung kebijakan Amerika Serikat. "Hanya Indonesia yang posisinya sangat tegas di mana kita mengatakan ini adalah amanah konstitusi dan kita mengatakan akan siap mengirimkan 20.000 pasukan sekiranya andaikan didukung oleh Dewan Keamanan PBB," ujar Rezasyah.
Mengenai implementasi perdamaian, sikap Amerika Serikat (AS) akan sangat menentukan di Dewan Keamanan PBB dan bagaimana Israel menafsirkan hasil KTT tersebut. Israel sendiri menyatakan masih akan menempatkan pasukan daratnya di kawasan Gaza dan baru akan merubah posisinya sesuai hasil KTT. Oleh karena itu, KTT ini tidak menjamin keberhasilan.
Namun, Teuku Rezasyah optimistis terhadap kesiapan Indonesia, sebenarnya sudah lebih dari siap untuk dikirimkan ke berbagai zona dunia yang membutuhkan peran serta PBB. Kesiapan ini didukung oleh fasilitas Indonesian Peace and Security Center (IPSC) di Sentul yang terintegrasi penuh. Indonesia kini hanya menunggu tegasan dan keputusan dari PBB.
(Muhammad Fauzan)