Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan SPBU swasta Shell, Vivo, BP, dan ExxonMobil menyetujui untuk membeli stok BBM tambahan dengan skema impor melalui Pertamina.
Hal tersebut merupakan hasil rapat antara Bahlil dengan perwakilan PT Pertamina (Persero), PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan keempat badan usaha SPBU swasta di kantor Kementerian ESDM pada Jumat, 19 September.
"Mereka setuju dan memang harus setuju untuk beli, berkolaborasi dengan Pertamina. Syaratnya adalah harus berbasis base fuel ya, artinya belum dicampur-campur," ucap Bahlil saat konferensi pers usai melakukan pertemuan.
Menurut Bahlil, dari kesepakatan tersebut, SPBU swasta mengajukan beberapa syarat dalam skema impor tambahan BBM lewat kolaborasi dengan Pertamina, yaitu BBM yang dibeli merupakan BBM murni (fuel base) yang nantinya akan dilakukan pencampuran di tangki SPBU masing-masing.
"Jadi produknya saja nanti dicampur di masing-masing," kata Bahlil.
Kerja sama saling menguntungkan
Syarat selanjutnya, SPBU swasta mengajukan adanya survei bersama pembelian stok BBM, serta adanya transparansi harga pembelian.
"Kita ingin swasta maupun Pertamina harus sama-sama cengli (untung), harus semua terbuka, dan sudah setuju juga terjadi open book. Dan ini teman-teman dari swasta juga sudah setuju," ucap Bahlil.
Menteri ESDM menyampaikan stok impor BBM baru tersebut paling lambat masuk ke Indonesia dalam kurun waktu tujuh hari.
Adapun untuk volume impor tambahan masing-masing dari SPBU swasta, akan dibahas lebih lanjut dalam rapat teknis.
Baca Juga :
Stok BBM Kosong, Karyawan SPBU Swasta Banting Setir Jadi Penjual Kopi
Diketahui, pemerintah sudah memberikan kuota tambahan impor BBM sebesar 10 persen bagi SPBU swasta di tahun ini, namun kuota tersebut sudah tipis, sehingga menyebabkan SPBU swasta kekurangan stok BBM.
Untuk menyiasati hal ini, pemerintah meminta SPBU swasta melakukan kolaborasi dengan Pertamina dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Alasan utama adanya penguatan kolaborasi ini karena menurut Bahlil, BBM merupakan cabang industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan dibutuhkan peran negara dalam pengaturannya. Hal ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Cabang-cabang industri yang menguasai hajat hidup orang banyak, itu dikuasai oleh negara," kata dia. Sumber: Redaksi Metro TV