Fenomena Aphelion 2025: Benarkah Jadi Penyebab Cuaca Ekstrem di Indonesia?

7 July 2025 19:04

Jakarta: Fenomena aphelion kembali terjadi pada tahun 2025, tepatnya hari ini, Senin, 7 Juli 2025. Fenomena ini menjadi perbincangan publik karena banyak yang mengaitkannya dengan cuaca ekstrem dan hujan deras yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, meski sudah memasuki musim kemarau. Namun, benarkah aphelion adalah penyebabnya?

Apa Itu Aphelion?

Aphelion merupakan titik dalam orbit Bumi ketika jaraknya paling jauh dari Matahari. Pada momen ini, Bumi berada pada jarak sekitar 152,1 juta kilometer dari pusat tata surya. Fenomena ini terjadi karena orbit Bumi tidak berbentuk lingkaran sempurna, melainkan elips, sehingga posisi Bumi terhadap Matahari akan bergeser mendekat dan menjauh sepanjang tahun.

Kebalikannya dari aphelion adalah perihelion, yaitu kondisi ketika Bumi berada di titik terdekat dengan Matahari, biasanya terjadi pada bulan Januari.

Apakah Aphelion Menyebabkan Penurunan Suhu?

Salah satu mitos yang kerap beredar di masyarakat adalah anggapan bahwa aphelion menyebabkan suhu udara menjadi lebih dingin. Namun, penjelasan ilmiah membantah klaim tersebut.
 
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Hingga Gelombang Tinggi Berpotensi Melanda 13 Daerah Jateng
 

Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), jarak antara Bumi dan Matahari bukanlah faktor utama yang memengaruhi suhu dan musim di Bumi. Penentu utama adalah kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap orbitnya. Karena itulah, meskipun saat ini Bumi sedang berada di titik terjauh dari Matahari, belahan Bumi utara tetap mengalami musim panas.

Mengapa Cuaca Ekstrem Terjadi di Indonesia?

Fenomena cuaca ekstrem yang melanda beberapa wilayah Indonesia pada Juli 2025, seperti hujan deras yang tidak wajar di musim kemarau, tidak disebabkan oleh aphelion. Para ilmuwan menyebutkan sejumlah faktor meteorologis sebagai penyebab utamanya:
  1. Monsun Australia yang melemah, sehingga aliran udara kering ke wilayah Indonesia tidak optimal.
  2. Aktivitas gelombang Madden-Julian Oscillation (MJO) yang menyebabkan peningkatan tutupan awan dan curah hujan.
  3. Gelombang Rossby, yaitu gangguan atmosfer berskala besar yang turut berkontribusi terhadap ketidakstabilan cuaca.
  4. Instabilitas atmosfer secara umum yang mendorong pembentukan awan konvektif dan hujan intens di beberapa wilayah.
Dengan kata lain, cuaca ekstrem yang terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika atmosfer regional, bukan oleh fenomena astronomi seperti aphelion.

Apakah Aphelion Perlu Dikhawatirkan?

Jawabannya yaitu tidak. Fenomena aphelion adalah kejadian astronomi tahunan yang alami dan tidak berbahaya. Secara historis, fenomena ini telah terjadi sejak Bumi terbentuk miliaran tahun lalu.

Perubahan yang ditimbulkan aphelion terhadap kehidupan sehari-hari sangat minim. Bahkan, panjang hari, suhu, maupun pola cuaca tidak mengalami perubahan signifikan karena peristiwa ini. Bagi dunia sains, aphelion justru menjadi bukti nyata hukum-hukum Kepler yang menjelaskan tentang orbit planet dan gaya gravitasi.
 
Baca Juga: Aphelion, ketika Bumi dan Matahari Menjaga Jarak

Jadi, Sobat MTVN Lens, Fenomena Aphelion 2025 bukan penyebab cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia. Masyarakat tidak perlu khawatir apalagi sampai percaya pada kabar tidak berdasar yang mengaitkan aphelion dengan penurunan suhu ekstrem atau bencana alam.

Cuaca dan iklim di Bumi lebih banyak dikendalikan oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi, sistem monsun, dinamika atmosfer, dan faktor-faktor meteorologis lainnya, bukan semata-mata karena jarak Bumi ke Matahari.

Nah, setelah memahami penjelasan di atas, apakah kamu dulu termasuk yang sempat percaya kalau aphelion bisa bikin cuaca jadi dingin? Atau kamu pernah mendengar mitos astronomi lain yang bikin penasaran?

Jangan lupa tonton MTVN Lens lainnya hanya di Metrotvnews.com.

(Zein Zahiratul Fauziyyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Christian Duta Erlangga)