13 August 2025 22:10
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman membeberkan analisisnya terkait kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2024. Menurut Boyamin, sumber utama masalah dalam kasus ini adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.
Boyamin menguraikan sejumlah dugaan pelanggaran yang mendasar. Pertama, bentuk hukum yang digunakan salah. Seharusnya, kebijakan terkait kuota tambahan diatur melalui Peraturan Menteri, bukan SK Menteri. Peraturan Menteri bersifat umum dan harus diverifikasi oleh Kemenkumham, sementara SK bersifat internal.
Kedua, pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah yang dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan kuota haji khusus hanya sebesar 8%.
"Permohonan (kuota tambahan) ke pemerintah Arab Saudi itu adalah dalam rangka mengurangi antrean panjang haji reguler. Artinya, jangankan 8%, satu orang pun tidak boleh (untuk haji khusus)," tegas Boyamin.
Boyamin juga menyoroti adanya dugaan pungutan liar. Ia mengungkap mendapat sejumlah laporan pihak yang membayar hingga USD7.000 untuk mendapatkan kursi haji khusus.
"Yang saya dapatkan, ada yang membayar USD5.000, bahkan ada yang USD7.000. Ini kan jadi Rp150 juta. Loh, kok ada pungutan USD5.000 per orang untuk yang tambahan?" tanya Boyamin.
Boyamin meyakini bahwa dengan menelusuri SK Menteri tersebut, akan terungkap siapa saja yang menyusun dan menandatanganinya, hingga siapa otak di balik kebijakan ini. Ia mengaku 90% yakin bahwa kasus ini akan diusut hingga tuntas oleh KPK.