22 September 2023 09:29
Kuasa hukum salah satu pemeran film porno berinisial CN, Acong Latif menyatakan kliennya dihubungi pertama kali oleh rumah produksi film dewasa melalui DM Instagram. Acong menyebut sebelum menerima tawaran, kliennya tak tahu bahwa rumah produksi itu ilegal.
"Pertama Dia menjelaskan bahwa film ini selayaknya web series yang tayang di tv maupun aplikasi film lainnya. Dan tentunya menjelaskan bahwa secara hukum ini legal," ungkap Acong Latif dalam Metro Pagi Prime Time, Jumat 22 September 2023
Ketika diminta datang ke lokasi, CN mengaku kaget sebab dalam pertemuan itu tidak membicarakan soal kontrak dan casting, melainkan diminta syuting. CN yang curiga langsung menolak untuk syuting.
"Dia curiga kok syuting tanpa skrip. Di sinilah sempat menolak klien saya ini," jelas Acong.
"Jadi akibat penolakan itu ternyata Dia (CN) dimarahin oleh orang-orang yang ada di situ," tambahnya.
Akibat tekanan psikologis dari pihak rumah produksi, Acong melanjutkan, membuat kliennya terpaksa mengikuti perintah untuk syuting dalam dua film tersebut. Sehingga atas dasar itulah Ia menilai CN adalah korban dalam kasus pornografi tersebut.
Pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan menyatakan dalam kasus pornografi salah satu unsur dalam penetapan tersangka adalah terduga pelaku harus mengetahui dan menghendaki. Jika tidak, maka terduga pelaku hanya bisa ditetapkan sebagai saksi.
"Kalau Dia menghendaki karena ancaman atau sebagainya baru bisa dinyatakan sebagai korban bujuk rayu sehingga melakukan (berbuat tindakan asusila)," ungkap Asep Iwan Iriawan.
"Cuman pertanyaannya, ketika Dia datang tanpa skrip kenapa Dia mau melakukan? Nah itu harus dikejar oleh penyidik," jelas Asep.
Diketahui, Polda Metro Jaya mengungkap sebuah rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan dan mengamankan lima orang tersangka. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Kelima tersangka ini di antaranya terdiri dari pemeran, produser sekaligus sutradara dan pemilik rumah produksi, kameramen, editor dan sound engineering. Para tersangka ini nekat membuat film porno lantaran film bergenre horor dan komedi yang sempat mereka produksi sebelumnya ternyata sepi peminat.
Para tersangka dijerat Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) dan atau Pasal 34 ayat (1) jo Pasal 50 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 30 dan atau Pasal 7 jo Pasal 33 dan atau Pasal 8 jo Pasal 39 dan atau Pasal 9 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Pengungkapan kasus ini bermula dari penyelidikan tim gabungan yang melakukan patroli siber dan diperoleh informasi adanya situs video streaming berlangganan yang menyediakan konten pornografi.
Kelima pelaku rupanya sudah menggeluti bisnis tersebut sejak 2022. Selama itu ada 120 judul film yang sudah diproduksi dengan keuntungan hampir Rp500 juta.
Pemilik rumah produksi merekrut artis dan selebgram dari kelompok jaringannya dan dari media sosial. Mereka dibayar bergantung popularitas pemeran mulai dari Rp10-15 juta untuk sekali main di film tersebut.