1 January 2025 09:04
Tahun baru, harapan baru. Selain karena momentum pergantian tahun, ungkapan itu juga sangat relevan dengan situasi bangsa Indonesia saat ini. Kita baru saja melewati panas dan legitnya tahun politik dengan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan wakil rakyat, serta pemilihan kepala daerah secara serentak di 545 wilayah.
Pemimpin-pemimpin baru telah terpilih. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sudah melangkah bersama Kabinet Merah Putih. Para kepala daerah terpilih akan dilantik awal tahun ini, meski jadwal tepatnya belum ditetapkan pemerintah.
Segala yang baru tentunya menawarkan atau setidaknya memberikan harapan tentang keadaan yang lebih baik. Harapan rakyat kepada para pemimpin terpilih juga demikian. Seapes-apesnya, jangan sampai pemimpin yang baru justru membuat kondisi masyarakat menjadi lebih buruk.
Harus disadari, bangsa ini menghadapi tantangan yang tidak mudah tahun ini. Ketidakpastian global masih menggelayut seiring konflik, peperangan, maupun potensinya yang muncul di berbagai belahan dunia. Belum lagi perubahan tatanan perdagangan dunia akibat kebijakan-kebijakan tiap negara yang semakin kental dengan proteksionisme.
Dampaknya turut dirasakan di dalam negeri. Industri melesu. Sebagian ekonom malah menyebut telah terjadi deindustrialisasi selama hampir satu dekade belakangan. Itu sebabnya pertumbuhan ekonomi Indonesia gagal move on dari kisaran 5%, relatif rendah jika dibandingkan dengan potensinya.
Di paling ujung, rakyat yang merasakan pahitnya. Angka inflasi menunjukkan tingkat yang amat rendah, di bawah 2%. Inflasi secara sederhana didefinisikan sebagai kenaikan harga barang maupun jasa.
Tingkat inflasi yang tidak sampai 2% bisa diartikan harga-harga relatif landai, tidak ada lonjakan. Akan tetapi, nyatanya bagi masyarakat kebanyakan, sebagian produk barang dan jasa kian hari terasa kian sulit terbeli.
Situasi itu disebabkan minimnya pengungkit dari sisi pendapatan. Di kelompok pendapatan menengah, masyarakat bukannya makin sejahtera, keuangan mereka justru makin cekak. Hampir 10 juta orang dari kelompok pendapatan 'kaya tidak, miskin juga tidak' itu turun kelas sejak 2019.
Baca juga: Suasana Meriah Iringi Pergantian Tahun 2024-2025 |