Dubes RI untuk Malaysia memastikan bahwa kabar tewasnya 140 WNI akibat tindak kekerasan di depo tahanan imigrasi Sabah pada 2021-2022 adalah tidak valid. Kabar yang dilansir Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) mengutip laporan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta itu berdasarkan data yang keliru.
"Kedubes Malaysia sudah revisi bahwa 149 itu jumlah total WNA yang meninggal di detensi Sabah. Jadi bukan semuanya WNI," tegas Dubes RI untuk Malaysia, Hermono, dalam Metro Siang, Kamis (29/6/2022).
Sejak mendengar laporan KBMB pada tiga hari lalu, tim KBRI telah melakukan verifikasi datanya. Di dalam data KJRI Kinabalu serta Konsulat Kuching dan Tawau dicatat bahwa pada 2020 hingga 2022 ada 35 orang WNI yang meninggal ketika dalam status tahanan imigrasi Sabah.
Rincian dari jumlah WNI yang meninggal ini adalah 10 pada 2020, 18 pada 2021 dan tujuh 2022. Semuanya meninggal di rumah sakit akibat sakit kanker, gagal ginjal, paru-paru basah dan sebagian besarnya karena covid-19.
"Ada yang disebutkan akibat luka di otak. Apakah lukanya karena pemukulan atau kecelakaan, ini sedang kita klarifikasi," sambung Hermono.
Guna keperluan klarifikasi dan verifikasi, KBRI sudah mengajukan ijin kepada Pengarah Imigrasi Malaysia untuk berkunjung ke empat depo detensi di Sabah. Selain untuk bertemu dengan pemimpin depo detensi, tim akan mewawancarai WNI yang ditahan di sana tentang kondisi kesehatan lingkungan dan perlakuan petugas.
Data KBRI mencatat saat ini ada 582 orang WNI yang menjadi tahanan di empat depo detensi Sabah. Pada sepanjang 2020 hingga 2022 yang merupakan masa pandemi Covid-19, telah dipulangkan sebanyak 4348 orang WNI.
Hermono membantah pernyataan KBMB bahwa akses masuk ke depo-depo detensi Malaysia sangat sulit sehingga kasus kekerasan tidak akan terungkap. Memang benar masyarakat umum dan LSM tidak bisa serta mendapatkan ijin berkunjung ke sana, tapi tidak untuk petugas dari kedutaan besar.
"Bila ada kekerasan sebetulnya mudah diketahui sebab konsulat dan konjen sering datang menemui WNI yang ditahan. Tapi informasi dari KBMB ini tetap kita dalami, sangat penting data dilengkapi siapa korban dan di mana kejadiannya agar kita bisa periksa. Bila hanya asumsi atau berdasar cerita, ya sukar diselidiki," papar Hermono.