Di tengah kepanikan akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang mengguncang Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada November 2024, Safriana Oa Noba menunjukkan semangat juangnya untuk bertahan hidup. Gadis 19 tahun dengan disabilitas ini harus menghadapi situasi darurat bersama keluarganya saat rumah mereka diterjang material abu vulkanik.
Saat letusan terjadi tengah malam, ayahnya, Bernadus Guna Noba, segera meminta istrinya meninggalkan rumah lebih dulu. Namun, membawa Safriana keluar dari bahaya bukan perkara mudah. Tidak sanggup menggendong putrinya, Bernadus akhirnya menggunakan gerobak roda satu untuk mengangkut Safriana ke tempat aman. Dengan perjuangan berat, mereka berhasil mencapai Bukit Wokowolo dan menyelamatkan diri dari ancaman erupsi.
"Tengah malam jam 12 itu erupsi ledak hanya satu kali, rumah juga tergoyang. Yang pertama bangun istri dan anak dulu, karena mereka sedang tidur. Saya selamatkan dia, tapi jalan cukup payah juga," ujar Bernadus seperti dikutip dari
Selamat Pagi Indonesia Metro TV, Kamis, 13 Maret 2025.
Kini, Safriana masih bertahan di tenda pengungsian bersama keluarganya. Di tengah keterbatasan, bantuan kursi roda dari Kementerian Sosial RI menjadi harapan baru bagi gadis itu. Ibunya, Lusia Belisoson Tapun, tak kuasa menahan haru atas
bantuan yang sangat berarti bagi mereka.
"Kami sebagai orang tua sangat berterima kasih kepada Kementerian Sosial yang sudah memberikan bantuan ini. Dengan adanya kursi roda, sangat membantu kami," kata Lusia.
Kisah perjuangan Safriana bukan satu-satunya yang menginspirasi di pengungsian. Robertus Puka, seorang pemuda 21 tahun yang juga kehilangan rumah akibat erupsi, memilih bangkit dengan menjadi
relawan. Sejak tiba di posko pengungsian Kobasoma, ia aktif membantu di dapur umum dan gudang logistik, memastikan para penyintas mendapatkan kebutuhan mereka.
"Awalnya saya hanya membantu sebisanya, tapi lama-lama saya merasa ini tugas kami anak-anak muda. Masa mau menyerahkan pekerjaan berat ke orang tua? Jadi saya mendingan bantu di logistik," kata Robertus yang bercita-cita menjadi anggota TNI.
Sementara para pengungsi terus berjuang dalam keterbatasan, ancaman erupsi masih membayangi. Akhir Februari 2025, Gunung Lewotobi Laki-laki kembali
meletus, dengan kolom abu setinggi 700 meter di atas puncaknya. Meski situasi belum sepenuhnya stabil, semangat Safriana dan para penyintas lainnya menjadi bukti bahwa harapan tetap ada di tengah bencana.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)