Jakarta: Partai Golkar tengah mengalami perubahan signifikan dalam kepemimpinan mereka. Mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum partai tersebut telah menimbulkan spekulasi dan diskusi di kalangan pengamat politik dan kader Golkar.
Dalam sebuah pernyataan terbaru, disampaikan bahwa Agus Gumiwang Kartasasmita akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum hingga Musyawarah Nasional (Munas) mendatang. Munas ini diharapkan akan memilih Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum baru. Keputusan ini, meskipun belum resmi, telah menjadi topik hangat dalam diskusi politik.
Menurut Politikus Partai Golkar, Andi Sinulingga, perubahan kepemimpinan ini merupakan bagian dari mekanisme internal partai yang akan diputuskan dalam rapat pleno dan rapat pimpinan nasional (Rapimnas). "Meskipun saya tidak bisa membantah opini dan aspirasi yang berkembang, arahnya memang seperti yang disebutkan, yaitu Agus Gumiwang sebagai Plt dan Bahlil sebagai calon Ketua Umum dalam Munas nanti," ujar Andi.
Andi kembali menjelaskan bahwa Bahlil Lahadalia, meskipun dikenal lebih banyak di dunia usaha, merupakan kader Partai Golkar yang telah berproses di bawah, termasuk menjabat sebagai bendahara di DPD Golkar Provinsi Papua. "Kita tidak bisa mengabaikan bahwa Bahlil adalah kader yang telah berkontribusi pada partai meskipun persepsi umum mungkin berbeda," jelas Andi.
Menanggapi mundurnya Airlangga Hartarto, sejumlah pengamat menilai bahwa langkah tersebut tidak terlepas dari berbagai spekulasi. Ada yang berpendapat bahwa mundurnya Airlangga, yang terjadi di tengah prestasi partai, bisa jadi merupakan indikasi adanya masalah internal atau dorongan dari pihak eksternal untuk mengubah kepemimpinan. Pengamat Politik, Yuniarto Wijaya, menilai bahwa spekulasi mengenai mundurnya Airlangga bisa berkaitan dengan dorongan dari bawah atau tekanan dari kekuatan eksternal.
Yuniarto menyoroti kemungkinan adanya dorongan dari kekuasaan di luar partai yang mempengaruhi keputusan ini. Ia mencatat bahwa dalam sejarah Partai Golkar, ada kecenderungan bahwa nama-nama calon ketua umum sering kali dipengaruhi oleh dukungan kekuasaan yang ada. “Ini adalah fenomena yang tidak bisa dihindari dalam politik Golkar, di mana dukungan dari kekuasaan sangat mempengaruhi proses internal partai,” ujarnya.
Perubahan ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap soliditas internal partai dan konsolidasi kader di tingkat daerah. Namun, Andi menyebutkan bahwa proses pengunduran diri Airlangga sudah terkonsolidasi dengan baik dan tidak menimbulkan potensi konflik yang berarti di internal partai.