Jurang Lebar Ketimpangan

13 June 2023 09:09

Ada hal menarik yang disampaikan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Afif Hasbullah saat perayaan HUT KPPU ke-23 di Anjungan Sarinah, Jakarta, Minggu (11/6) lalu. Ia menyebut bahwa pertumbuhan jumlah kekayaan orang kaya Indonesia jauh lebih besar dan lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pengentasan kemiskinan. 

Fakta itu memang tidak baru dan tidak terlalu mengejutkan. Namun sebagai sebuah pengingat, perlu kiranya kita suarakan fakta dan data itu secara terus menerus agar selalu menjadi perhatian pengelola negara ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kerap dikatakan masih baik, bahkan saat dunia dilanda pandemi covid-19 sekalipun, nyatanya tak bisa memupus problem ketimpangan.

Kalau merujuk data World Inequality Report (WIR) pada 2022, ketimpangan pendapatan di Indonesia, antara si kaya dan si miskin, justru makin melebar. Pun, seperti yang dikatakan Ketua KPPU, pertumbuhan jumlah kekayaan 10% orang kaya di Republik ini jauh lebih besar, jauh lebih cepat daripada pertumbuhan kekayaan 40% orang miskin di Indonesia.

Ketimpangan yang masih lebar itu juga mendapat konfirmasi dari pergerakan angka kemiskinan serta rasio Gini dalam beberapa tahun terakhir yang tak mengalami perubahan signifikan meskipun pertumbuhan ekonomi dikatakan bagus. Dari fakta itu mudah disimpulkan bahwa kue ekonomi, kue pembangunan masih dominan dinikmati oleh golongan masyarakat kaya. 

Padahal, saat ini berbeda dengan masa lalu ketika upaya perburuan pertumbuhan ekonomi kerap meminggirkan penduduk miskin sekaligus memperlebar jurang ketimpangan. Era kini semestinya lebih fokus mengejar pertumbuhan yang berkualitas. Artinya, pertumbuhan yang tidak sekadar mengejar angka, tapi  juga memperhatikan pemerataan distribusinya.

Kiranya paradigma seperti itu yang seharusnya menjadi landasan pemerintah bekerja. Buat apa angka pertumbuhan tinggi tapi hanya dinikmati sebagian kecil penduduk kaya, sedangkan kaum miskin dibiarkan tetap tergilas? Bukankah yang disebut keberhasilan pemerintah di bidang ekonomi itu mengentaskan sebanyak-banyaknya orang dari kemiskinan, bukan menambah sebanyak-banyaknya jumlah orang kaya?

Kita tidak memungkiri ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk megurangi ketimpangan. Namun dengan fakta bahwa angka kemiskinan dan rasio Gini yang nyaris bergeming, sepatutnya pemerintah juga tak perlu malu untuk mengakui bahwa apa yang telah mereka lakukan mungkin keliru. Mungkin juga programnya sudah tepat, tapi banyak salah dan bolong pada implementasi di lapangan.

Pada praktiknya, harus diakui, pemerintah masih belum mampu melalui tantangan paling berat dalam mengurangi ketimpangan, yaitu mengangkat kelompok pendapatan 40% termiskin. Sekalipun pertumbuhan ekonomi tinggi, jika hanya ditopang sektor padat modal, sedangkan sektor padat karya tersendat, penurunan angka kemiskinan akan menjadi angka statistik belaka.

Karena itu, evaluasi menjadi hal penting demi menyelesaikan akar masalah ketimpangan. Pemerintah mestinya tidak boleh terlalu terlena dengan angka dan statistik pertumbuhan, apalagi kemudian mencoba meninabobokkan masyarakat pula dengan angka statistik yang terkadang tidak memperlihatkan realitas sesungguhnya.

Inilah nanti yang akan menjadi salah satu pekerjaan rumah terberat pemerintahan mendatang. Harus ada keberpihakan tinggi terhadap program pemerataan. karena itu akan ,menjadi modal kuat untuk menambah kecepatan menurunkan kemiskinan sekaligus memupus ketimpangan.

Sumber: Media Indonesia

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Nopita Dewi)