Pakaian impor bekas yang masuk ke Indonesia bukan hal baru. Namun, menjadi sorotan ketika akhirnya sekarang dikomentari oleh Presiden Jokowi. Meski dilarang, impor pakaian bekas sejak 2021-2022 meningkat 200%. Bea Cukai Mencatat volume impor pakaian bekas naik hingga 227,75%. Nilai devisa impornya berkisar Rp4,21 miliar.
Data dari BPS, nilai impor pada 2019 senilai USD6,07 juta, di 2022 senilai USD493,98 ribu, pada 2021 senilai USD44,13 ribu dan 2022 senilai USD272,14 ribu. Selain itu, untuk nilai tonasenya pada 2019 senilai 417,72 ton, pada 2022 sebesar 65,91 ton, di 2021 sebesar 7,93 ton dan 2022 sebesar 26,22 ton.
Berdasarkan data dari BPS tersebut membuktikan bahwa permintaan pakaian bekas impor ini banyak dan diminati. Bagi para peminat pakaian bekas impor ini adalah karena harganya yang terjangkau dengan kualitas yang baik.
Pelarangan pakaian impor bekas ini memiliki tujuan yaitu, untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif pakaian bekas terhadap kesehatan. Selain itu, untuk melindungi industri di dalam negeri.
Bentuk tindakan dari pemerintah adalah tercatat sampai akhir 2022, Bea Cukai telah menindak impor pakaian bekas ilegal melalui laut dan darat sebanyak 234 kali dengan perkiraan nilai barang senilai Rp24,21 miliar.
Sebelumnya Presiden Jokowi meminta kepada jajarannya untuk menindak bisnis ini. Ia mengintruksikan Kementerian UKM untuk berkoordinasi dengan e-commerce untuk mem-blacklist pelaku usaha impor pakaian bekas atau thrifting.
Namun, meski banyaknya larangan tetapi masih kurang pengawasan di jalur laut. Terdapat juga kebijakan Pemda di berbagai daerah yang memperbolehkan impor. Hal ini yang membuat sebagian masyarakat berasumsi bahwa thrifting ini diperbolehkan dan dapat dijual bebas.