Las Vegas: Kemunculan agentic artificial intelligence (AI) mulai mengubah wajah pengembangan perangkat lunak secara fundamental. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses kerja, tetapi juga memperluas siapa saja yang bisa ikut mencipta. Di kalangan industri, fenomena ini mulai disebut sebagai Renaisans Pengembang.
Vice President of Design AWS Solutions, Hector Ouilhet Olmos, menilai agentic AI berperan layaknya alat revolusioner dalam sejarah seni. Dalam wawancara eksklusif di sela ajang AWS re:Invent 2025, Olmos mengatakan bahwa setiap lompatan kreativitas selalu lahir ketika akses terhadap alat menjadi lebih terbuka.
Ia mencontohkan analogi perjalanan dunia seni rupa, dari era klasik hingga munculnya berbagai aliran modern. Semua perubahan itu, menurutnya, dipicu oleh kemudahan akses terhadap medium berekspresi.
“Dulu kuas, pahat, dan kertas membuat seni berkembang ke berbagai arah. Sekarang, peran itu diambil oleh AI generatif dan agentic,” ujar Olmos, Rabu, 3 Desember 2025.
Coding Berbasis Ide, Bukan Lagi Teknis
Perkembangan ini turut melahirkan tren yang dikenal sebagai
vibe coding. Dalam pendekatan tersebut, developer hanya cukup fokus pada flow ide tanpa mengkhawatirkan teknis programming, memicu kehadiran beragam aplikasi yang menunjang kehidupan.
Olmos menilai standar lama tentang aplikasi yang harus “sempurna” mulai bergeser. Yang menjadi nilai utama kini adalah kemampuan menciptakan solusi, sekecil apa pun, selama relevan dengan kebutuhan penggunanya.
“Ke depan akan muncul banyak aplikasi yang sangat spesifik, dibuat untuk masalah yang sangat niche, dan itu sah-sah saja,” katanya.
Tidak Menggantikan Developer Profesional
Meski begitu, Olmos menegaskan
agentic AI bukan ancaman bagi pengembangan perangkat lunak konvensional. Sistem berskala besar yang menuntut stabilitas dan keamanan tinggi tetap membutuhkan keahlian teknis mendalam.
Namun, di luar ranah itu, AI membuka ruang baru bagi orang-orang yang sebelumnya tak pernah membayangkan diri mereka sebagai pembuat aplikasi.
Ia berbagi kisah personal tentang adiknya di Kanada, seorang koki tanpa latar belakang teknologi. Dengan bantuan AI, sang adik mampu membuat aplikasi sederhana di ponsel untuk membantu anak-anak penyandang disabilitas berkomunikasi.
“Rasa ingin tahu yang dulu terhenti karena keterbatasan teknis, sekarang bisa langsung diwujudkan,” kata Olmos.
Kolaborasi Jadi Kunci Ekosistem Baru
Menurut Olmos, ledakan kreativitas ini juga dipicu oleh budaya berbagi di
komunitas AI, seperti yang berkembang di Midjourney. Praktik saling berbagi prompt, ide, hingga prototipe kecil membuat proses penciptaan berjalan lebih cepat dan inklusif.
Ia meyakini model kolaborasi semacam ini akan menjadi pola baru dalam pengembangan aplikasi di masa depan—di mana karya lahir dari banyak tangan, lintas latar belakang.
“Kita akan melihat semakin banyak pencipta datang dari arah yang tak terduga,” pungkasnya.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di
Metrotvnews.com.