Menakar Untung Rugi Kenaikan UMP 6,5%

5 December 2024 17:48

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sudah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024. Di mana peraturan ini mulai berlaku pada tanggal yang diundangkan yakni 4 Desember 2024 dan menjadi landasan hukum yang mengatur pengupahan untuk 2025.

"Pada hari ini 4 Desember 2024 telah terbit dan diundangkan Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan Nomor 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2025," kata Yassierli.

Dalam peraturan ini tertera rata-rata kenaikan upah minimum nasional tahun 2025 sebesar 6,5%, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Menaker Yassierli mengungkapkan bahwa kenaikan UMP 2025 ini didasarkan pada daya beli pekerja dan pertimbangan terkait daya saing usaha. Pihaknya juga akan melakukan sosialisasi kepada seluruh kepala daerah baik itu gubernur hingga wali kota terkait putusan ini.

Selain itu, Menaker Yassierli juga menjelaskan jika nilai upah minimum sektoral baik di provinsi maupun di kabupaten/kota ini harus lebih tinggi dari nilai upah minimum di provinsi maupun di kabupaten/kota tahun 2024.

Upah minimum sektoral ini ditetapkan untuk sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan resiko kerja yang berada di sektor lainnya serta tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.
 

Baca juga: Sengatan Hujan Pungutan

Namun pihak Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia mengatakan kenaikan 6,5% tidak sesuai dengan kondisi perekonomian buruh, di mana harga barang yang ikut melonjak. Kecuali pemerintah juga menurunkan harga sembako dan juga harga pangan.

Ini juga dianggap penting bagi pengusaha. Pasalnya ketika upah tinggi, maka barang dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM dan perusahaan besar akan dibeli oleh rakyat dengan baik. Artinya roda ekonomi bisa berputar dan pertumbuhan ekonomi bisa terjadi sesuai dengan target dari pemerintah.

Sementara itu Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa kenaikan UMP tahun 2025 sebesar 6,5%, cukup signifikan dan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja. Di mana struktur biaya operasional perusahaan juga disebut makin berat, khususnya bagi sektor padat karya.

Menurut pengusaha, kenaikan ini beresiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun internasional.

Hal ini dikhawatirkan juga dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru. Selain itu tidak semua perusahaan mampu menaikkan gaji sesuai dengan UMP, terutama jika situasi ekonomi saat ini sedang lesu.

Menurut pihak Apindo, kenaikan upah minimum bukan tentang setuju atau tidak setuju. Tapi persoalan mampu atau tidaknya para pengusaha untuk memenuhi tuntutan UMP 6,5%.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)