10 July 2023 19:17
Lembah Besoa di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menyimpan banyak peninggalan prasejarah yang masih terjaga hingga saat ini. Menurut para arkeolog, warisan purbakala itu merupakan situs pengusung kebudayaan megalitik (batu besar) tertua yang pernah ditemukan di Nusantara.
“Di kawasan Lembah Besoa ada banyak peninggalan benda purbakala yang terdata dan dirawat. Misalnya Arca Tadulako, Arca Monyet, Kalamba, Dolmen, Dakon, dan tinggalan ukiran batu lainnya,” kata Juru Pelihara Situs Pokekea, Lembah Besoa, Sunardi Pokiro ditemui di Desa Hanggira, Kecamatan Lore Utara, beberapa waktu lalu, Senin, 10 Juli 2023.
Situs itu dibuat dari bahan dasar batu yang dipahat menjadi ukiran monumental dan tahan lama.
Memang sulit dimengerti bagaimana para leluhur yang merupakan ras Austronesia bisa membuat situs berumur 2.000 hingga 2.500 sebelum masehi itu, kemudian membawanya ke Lembah Besoa yang tingginya 1.200 meter lebih di atas permukaan laut.
“Dari tinggalan ini, bisa disimpulkan bahwa Nenek Moyang orang Indonesia sudah kreatif dan mengetahui ilmu mengukir batu sejak zaman prasejarah,” ungkap Sunardi.
Dari hasil ekskavasi yang dilakukan arkeolog Sulawesi Tengah sejak 1990-an, ada sekitar 500 peninggalan purbakala yang ditemukan di kawasan Lembah Besoa .
“Yang terdata dari 40 titik di Lembah Besoa ada sekitar 500 situs megalit. Namun, masih ada beberapa yang sudah dikonservasi tapi belum teregistrasi,” kata Sunardi.
Berdasarkan hasil ekskavasi arkeolog, secara umum situs megalit yang ditemukan di Kabupaten Poso lebih dari 1.000 buah yang tersebar tidak hanya di Lembah Besoa, namun juga tersebar di Lembah Napu dan Lembah Bada.
“Situs di Lembah Besoa ini pertama kali ditemukan tahun 1889 oleh seorang misyonaris Belanda,” katanya.
Sunardi menjelaskan, sejumlah situs megalit yang ada di Lembah Besoa masing-masing memiliki fungsi. Seperti Arca Tadulako. Patung batu yang memiliki tinggi 1,68 meter dengan prawakan seperti manusia berwajah oval dan mata yang sipit itu mempunyai simbol panglima, pemimpin, dan pemberani.
“Arca Tadulako dipercaya sebagai dewa bagi ras Austronesia saat itu,” ujarnya.
Selain itu, ada Dakon. Dari hasil penelitian arkeolog diketahui sebagai kalender atau perhitungan hari-hari baik yang ditandai dengan ukiran lubang-lubang kecil dan garis ketika melakukan suatu kegiatan seperti membuka lahan pertanian oleh ras Austronesia.
Sejumlah ahli berpendapat, keberadaan peninggalan purba ini dipercaya terkait dengan migrasi bangsa Austronesia dari kawasan Taiwan dan Tiongkok.
“Berdasarkan teori persebaran Austronesia “Out of Taiwan” yang diajukan Peter Bellwood (1995), bangsa Austronesia berasal dari Taiwan dan pantai China bagian selatan. Kawasan tersebut dianggap sebagai tempat asal bahasa proto- Austronesia. Dari sana lalu ke Filipina dan menyebar ke Nusantara melalui Sulawesi,” papar Sunardi mengutip catatan Peter Bellwood.
Sementara situs megalit lainnya adalah Kalamba. Kalamba berupa tong besar dari batu. Ukurannya bervariasi, ada yang tinggi 1,5 meter hingga 1,8 meter dengan lebar rata-rata 1 meter.
Kalamba memiliki banyak fungsi. Selain menjadi tempat penampungan air dan tempat mandi, Kalamba juga digunakan sebagai kuburan batu ras Austronesia.
“Hal tersebut disimpulkan setelah para ahli melakukan penelitian tulang yang ditemukan dari dalam Kalamba,” tandas Sunardi.
Kini, kawasan megalit di atas hamparan padang rumput yang dikelilingi perbukitan dan masuk ke dalam Taman Nasional Lore Lindu itu menjadi tujuan pariwisata purbakala yang dimiliki Kabupaten Poso.
Pengunjung yang datang ke tempat ini tidak hanya dari dalam negeri, melainkan juga datang dari luar negeri dan yang paling mendominasi wisatawan asing asal Eropa.