Pemerintah terus memperkuat sistem penyaluran bantuan sosial (bansos) agar semakin tepat sasaran dan efisien. Salah satu upaya utamanya adalah dengan menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola secara profesional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dedek Prayudi, menjelaskan, bahwa pemutakhiran data menjadi aspek krusial untuk memastikan bantuan diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan. Terbaru, pemerintah bahkan mencoret 1,9 juta keluarga dari daftar penerima manfaat setelah melalui proses validasi yang menunjukkan bahwa mereka tidak lagi layak menerima bansos.
“Layak atau tidak layak ditentukan berdasarkan tingkat ekonomi, dan itu disesuaikan dengan jenis programnya, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH). Dulu, data dikumpulkan oleh tokoh lokal yang bisa menimbulkan bias sosial. Sekarang, pencacahan dilakukan oleh BPS dan diperbarui tiga bulan sekali,” kata Dedek dikutip dari Prioritas Indonesia Metro TV pada Selasa, 3 Juni 2025.
Sistem lama dinilai memiliki banyak kelemahan. Termasuk
inclusion error (penerima yang tidak seharusnya mendapatkan bantuan) dan
exclusion error (warga miskin yang justru tidak terdata). Bahkan ditemukan kasus warga mampu yang tetap menerima bansos. Sementara yang benar-benar membutuhkan justru terlewatkan karena tidak memiliki akses sosial. Lebih lanjut, Dedek menekankan pentingnya efisiensi dalam pengelolaan dana bansos.
“Kita bicara angka besar. Bansos dan jaminan sosial menghabiskan hingga Rp114 triliun dari
APBN. Ini adalah uang rakyat yang harus dipastikan berdampak dan tidak disalahgunakan,” katanya.
Peneliti Senior Indonesia Budget Center Roy Salam juga menyoroti pentingnya perbaikan data. Ia menilai penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran selama ini telah menimbulkan pemborosan anggaran hingga di atas Rp10 triliun. Roy mendorong agar proses pemutakhiran data dilakukan secara transparan dan partisipatif.
Merespons hal itu, Dedek menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto sejak awal pemerintahannya sudah menekankan tiga fokus utama. Pemerintahan yang efisien dan bebas korupsi, pemerintahan yang menyejahterakan rakyat, dan pemerintahan yang membangun kemandirian bangsa.
“Presiden tidak main-main dengan efisiensi. Melalui Perpres Nomor 1 Tahun 2025, belanja-belanja seremonial seperti FGD, hotel, dan acara dipangkas. Pemerintah berhasil menghemat hingga Rp300 triliun,” pungkas Dedek.
(Tamara Sanny)