Pemerintah akhirnya mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Namun, PT Gag Nikel yang tengah disorot belakangan ini justru tidak dicabut izinnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut PT Gag Nikel merupakan bagian dari aset negara. PT Gag juga sudah memenuhi syarat analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan tidak masuk kawasan Geopark Raja Ampat. Meski IUP-nya tidak dicabut, pemerintah akan tetap mengawasi pertambangan di kawasan tersebut.
"Pulau Gag itu terletak sekitar 42 kilometer dari kawasan geopark dan lebih dekat ke Maluku Utara. Jadi, tidak masuk dalam area yang dilindungi," kata dia.
Sementara empat perusahaan yang dicabut izinnya, yakni PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, PT Nurham di Yesner Waigeo Timur, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun, dan PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe melanggar ketentuan lingkungan dan beroperasi di kawasan Geopark Raja Ampat.
Pencabutan izin tambang itu diapresiasi lembaga pemerhati lingkungan,
Greenpeace Indonesia. Namun Greenpeace akan terus mengawasi langkah pemerintah karena masih ada tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat.
"Kita harus tahu bahwa saat ini wilayah Raja Ampat masih ada yang ditetapkan sebagai wilayah usaha pertambangan. Sebelum Raja Ampat secara keseluruhan dilindungi dan dicabut dari wilayah usaha pertambangan, maka kita harus terus memantau langkah-langkah pemerintah di industrialisasi nikel tersebut,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik.
Sebelumnya Greenpeace dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat memprotes adanya aktivitas tambang nikel. Mereka menuding aktivitas tambang nikel di lima pulau kecil termasuk Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Mereka khawatir pertambangan di pulau kecil merusak ekosistem di Raja Ampat.