Bedah Editorial MI: Momentum Bersih-Bersih Pertamina

4 March 2025 08:52

Dugaan korupsi di tubuh anak perusahaan Pertamina yang diselisik Kejaksaan Agung bak bola salju yang terus menggelinding. Harus diakui, kasus yang terkait dengan tata kelola minyak dan bahan bakar minyak itu membuat kepercayaan publik terhadap Pertamina tergerus.

Wajar jika kepercayaan publik rontok. Sebab, sebagian publik merasa tertipu oleh konsumsi BBM Pertamax yang diduga sebenarnya Pertalite. Berdasarkan keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk selanjutnya dioplos di depo menjadi Pertamax. Pada saat pembelian, Pertalite dibeli dengan harga Pertamax. 

Jika modus itu benar adanya, negara jelas amat dirugikan dengan perbuatan para tersangka. Begitu pula dengan rakyat sebagai konsumen langsung Pertamax. Mereka merasa telah ditipu mentah-mentah karena membayar lebih mahal untuk sesuatu yang tidak seharusnya ia bayar seharga itu.

Padahal, ikhtiar menggunakan Pertamax bukanlah untuk gagah-gagahan melainkan demi menjaga umur mesin kendaraan lebih awet dan tahan lama. Selain itu, Pertamax dipilih karena tidak ingin memakan subsidi yang ditujukan bagi pengguna Pertalite. 
 

Baca juga: 10 Kontainer Dokumen Disita dari Terminal BBM Tanjung Gerem

Kita menghargai upaya kejaksaan untuk terus mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina ini. Kita juga perlu mengingatkan agar hukum benar-benar ditegakkan atas dasar prinsip keadilan, kekujuran, dan keterbukaan. Jangan sampai ada upaya yang menunjukkan bahwa langkah bersih-bersih negara dari aksi lancung itu berlangsung suam-suam kuku, hanya panas di awal, dingin di tengah, lalu membeku di ujung.

Penegak hukum mesti bisa membuktikan bahwa temuannya terkait dengan nilai kerugian negara, misalnya, benar adanya dan bukan mengada-ada. Juga, segala pernyataan terkait dengan modus dan berbagai cara lancung yang digunakan mesti bisa dibuktikan secara gamblang.

Tanpa kejujuran, keterbukaan, dan prinsip keadilan yang terjaga, bisa saja muncul beragam spekulasi liar yang justru bisa melemahkan penegakan hukum itu sendiri. Publik mesti diyakinkan bahwa upaya bersih-bersih di tubuh Pertamina terkait dengan tata kelola minyak mentah dan BBM memang untuk menghilangkan tikus, bukan membumihanguskan lumbung.

Selama ini, publik kerap bertanya-tanya apakah BBM yang mereka beli sesuai dengan standar yang disebutkan. Sebab, akhir tahun lalu, misalnya, muncul keluhan dari puluhan pemilik kendaraan yang tiba-tiba kendaraan mereka mati mesin setelah mengonsumsi BBM keluaran Pertamina. Ketika itu, Pertamina sudah menegaskan bahwa BBM mereka sesuai standar dan diperiksa secara periodik. 

Tapi, sebagian besar publik tidak percaya begitu saja. Apalagi, fakta menunjukkan bahwa ada kerusakan alat penyaring BBM di kendaraan yang membuat mesin macet. Celakanya, kasus itu tidak cuma satu atau dua, tapi hingga puluhan dalam waktu berdekatan dengan keluhan yang sama.

Kita tentu tidak bisa menyalahkan mereka yang kecewa. Justru Pertamina yang harus peka atas apa yang tengah dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, ketika Direktur Utama PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri kemarin meminta maaf kepada masyarakat atas kasus korupsi, publik tentu akan mengapresiasi.

Tetapi, meminta maaf saja tidak cukup. Setelah permintaan maaf, kasus ini mesti menjadi momentum bagi Pertamina untuk memulihkan kepercayaan rakyat. Bersih-bersih atas perilaku lancung dalam soal tata kelola minyak mentah dan BBM mesti berlangsung sistemik dan konsisten. 

Hanya dengan aksi nyata, Pertamina akan berhasil mengembalikan kepercayaan rakyat yang sudah terkikis. Dengan begitu, Pertamina tidak selalu mulai dari nol, seperti slogan mereka saat mengisi BBM.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)